JAKARTA – Ditjen Bina Pembangunan Daerah melaksanakan kegiatan Internalisasi Budaya BerAKHLAK, pada Senin (25 Juli 2022). Hal ini dilakukan ini sebagai tindaklanjut amanat Presiden yang telah meluncurkan program pada 27 Juli 2021 lalu.

Dirjen Bina Bangda, Dr Teguh Setyabudi MPA mengapresiasi atas diselenggarakanya acara Internalisasi ASN BerAkHLAK.

Menurutnya, hal ini sangat penting dan bermanfaat. Teguh mengingatkan, ASN yang akan tetap bertahan hidup adalah ASN yang mampu beradaptasi, khususnya dengan perubahan-perubahan kebijakan yang ada dan perkembangan teknologi 4.0 yang semakin pesat.

Untuk itu, seluruh ASN saat ini dituntut untuk responsif, inovatif, adaptif dan kolaboratif. “Perlu diselenggarakan kembali kegiatan-kegiatan seperti ini, yang dapat merubah mindset untuk membangun bangsa dan Negara,” tuturnya.

Acara yang digelar Ditjen Bina Pembangunan Daerah tersebut adalah dalam rangka konsolidasi, motivasi dan peningkatan kapasitas ASN di lingkungan Ditjen Bina Bangda, yang diselenggarakan pada 21-22 Juli 2022.

Acara puncak dilaksanakan pada hari Senin tgl 25 Juli 2022, berupa kegiatan Internalisasi Core Values ASN BerAkHLAK.

Dirjen Bina Bangda, Dr Teguh Setyabudi (kiri) bersama Ary Ginanjar Agustian. Tujuan acara tersebut adalah membangun dan mentransformasi Budaya BerAKHLAK dan Employer Branding “Bangga Melayani Bangsa”. Narasumber tunggal pada acara tersebut yaitu Dr. (H.C) Ary Ginanjar Agustian.

Dr. (H.C) Ary Ginanjar Agustian pada kesempatan itu menyampaikan, bahwa berat dan ringannya tugas yang kita jalani itu adalah mindset kita. Akan berubah makna bila kita gunakan niat.

“Tugas akan ringan bila niat kita tujukan utk kebaikan dan kemanfaatan. “Dalam menghadapi badai/masalah yang ada, dibutuhkan tiga hal penting, yaitu Pondasi, Kompas dan Jangkar,” ujarnya.

Ary Ginanjar menyampaikan, terdapat 8 kesalahan dalam membangun budaya kerja BerAKHLAK, yaitu: tidak ada pemetaan dan pengukuran, sosialisasi dan internalisasi hanya kognitif, tidak memiliki kompetensi membangun budaya kerja, leader tidak terlibat aktif, pengelolaan agen perubahan kurang efektif, tidak ada evaluasi secara berkala, kurangnya apresiasi, dan belum memanfaatkan teknologi.