JAKARTA – Melihat besaran subsidi yang menembus angka Rp520 triliun pada tahun ini, maka pemerintah kini tengah melakukan penghitungan ulang subsisi BBM sebab pendistribusiannya kini masih melenceng dari target.

Baca Juga : Penyebab Rembesan BBM CB 3 Belum Diketahui

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mempertanyakan mengenai pemerataan distribusi subsisi BBM, dikarenakan ada masyarakat yang masuk kategori mampu namun masih mendapatkan subsidi tersebut.

“Apakah subsidi yang sekarang diberikan pemerintah sudah tepat sasaran? Apakah kita harus menutup mata memberikan subsidi kepada yang mampu, sedangkan rakyat yang mayoritas memerlukan subsidi lebih, ini yang sedang dicarikan jalan oleh pemerintah, Menkeu, Menteri ESDM,” katanya dilansir dari CNNIndonesia.com.

Lanjutnya, evaluasi kebijakan subsidi BBM juga dilakukan terkait perkembangan harga minyak dunia belakangan ini dan pemerintah telah menyalurkan subsidi sebesar 500 triliun lebih untuk BBM dan listrik. Ia menganggap masih banyak negara yang tidak melakukan langkah yang sama.

“Khususnya harga BBM, pemerintah sudah memberikan subsidi sampai Rp520 triliun, itu untuk BBM dan listrik. Saya rasa tidak banyak negara seperti itu. Tapi saya lihat harganya tidak turun turun, makanya ini jadi pemikiran,” katanya.

Alokasi belanja subsidi BBM dan energi belakangan ini menjadi perhatian pemerintah. Presiden Jokowi beberapa waktu lalu menyebut alokasi itu sudah membengkak besar. Pasalnya beberapa waktu lalu alokasinya masih Rp170 triliun.

“Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp170 triliun sekarang sudah Rp502 triliun. Negara mana pun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu,” kata Jokowi.

Untuk mencegah agar beban subsidi itu tak kian melonjak, Menteri Keuangan, Sri Mulyani meminta PT Pertamina (Persero) segera mengendalikan konsumsi BBM subsidi.

“Tentu saya berharap Pertamina untuk betul-betul mengendalikan volumenya, jadi supaya APBN tidak terpukul,” ujar Menkeu.

Sri Mulyani mengatakan peningkatan volume penyaluran BBM bersubsidi yang di luar kontrol dapat menyebabkan alokasi subsidi dan kompensasi energi melebihi dari pagu anggaran APBN yang sebesar Rp502 triliun pada tahun ini.

“Meskipun APBN-nya bagus, surplus sampai Juli, tapi tagihannya nanti kalau volumenya tidak terkendali akan semakin besar di semester dua,” ujar Sri Mulyani.

Sementara itu mengutip data Pertamina penyaluran bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis pertalite telah mencapai 16,8 juta kiloliter (kl) hingga Juli 2022. Artinya kuota pertalite hingga akhir tahun hanya tersisa 6,25 juta kl dari total kuota yang ditetapkan tahun ini, 23,05 juta kl.

Lalu, penyaluran BBM subsidi jenis solar telah mencapai 9,9 juta kl hingga Juli 2022. Dengan demikian, sisa kuota solar hingga akhir tahun hanya tersisa 5, juta kl dari total kuota 15,1 kl.

Secara terpisah, Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman mengatakan jika tidak dibatasi, maka kuota BBM subsidi yang sudah ditetapkan bakal habis sebelum akhir tahun.

Apalagi, sejak harga pertamax naik, tren konsumsi BBM subsidi menanjak karena banyak masyarakat yang beralih ke pertalite.

“Tentu jika tidak dikendalikan maka kita akan hadapi solar habis di Oktober atau November. (Pertalite) juga, jika tidak dilakukan pengendalian maka kita prognosa di akhir 2022 kuota kita akan di atas realisasi,” kata Saleh.