Alasan utamanya, ia menilai daya beli buku bacaan bagi masyarakat desa mungkin agak sulit, terbentur untuk membeli kebetuhan sehari-hari. Perlu diketahui, salah satu kriteria untuk menjadi Desa Mandiri harus mempunyai taman baca atau perpustakaan desa.

Yang menarik baginya, melakukan sistem berjalan mengunjungi setiap keluarga di pedesaan dengan membagikan buku dan berdiskusi materi buku.

“Ini menurut pak Menteri desa (Gus Halim) menarik, karena kami (Kemendesa PDTT) punya pandangan bahwa pedesaan paling tidak ekologinya keluarga,” tuturnya.

Singkatnya, hasil tindaklanjut Keputusan Menteri nomor 3 tahun 2024, tergantung ketersediaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Desa yang belum masuk kelembagaan desa. Maka, sesuai kebutuhan masyarakat desa dapat bergabung menjadi Lembaga Kelembagaan Desa (LKD).

Menurutnya, kedepan menjadi mitra penting bagi pemerintahan desa untuk dapat masuk dalam perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan literasi juga peningkatan pelayanan masyarakat.

Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud, Zulfikri Anas mengatakan selama pihaknya melakukan asesmen sebelumnya, menemukan salah satu diantara anak-anak bermasalah di literiasi. Hal itu bukan hanya tentang kurang minat baca teks saja, namun masih salah mengartikan makna tulisan.

“Ini akan berpengaruh cara berpikir, bersikap dan cara bertindak pada anak. Belum lagi menghadapi suatu informasi,” imbuhnya.

Menurutnya, di era digitaliasi ini anak-anak dapat menerima informasi apa saja dan tanpa batas. Jika, anak tersebut tidak mempunyai literisasi yang kuat untuk memaknai terhadap informasi yang diterima, akan mempengaruhi cara berpikir, bersikap terbawa arus informasi itu.

Pastinya, hal ini menjadi sebuah tantangan bagi di dunia pendidikan. Untuk itu, pihak Kemendikbud terus berupaya meningkatkan literasi melalui kebijakan kurikulum.

“Literasi ini menjadi pondasi utama, apalagi kurikulum merdeka cirinya penguatan literisasi dasar. Itupun sasaran bagi kita untuk ujian asement nasional,” ungkapnya.