DIGIPAY MENDUKUNG CASHLESS BELANJA PEMERINTAH

 Oleh: Saifullah Saifullah, Kasi PPA IB Kanwil DJPb Prov Sulsel

Pola hidup pada masyarakat modern menuntut seluruh  kegiatan dan aktivitas yang dilakukan dapat tercapai dengan praktis, efisien, aman, dan transparan serta didukung oleh teknologi yang modern, sehingga memicu pada pola pikir masyarakatnya untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan modern ini agar bisa lebih maju seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin hari semakin pesat. Tidak terkecuali dengan pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan sebagai pengelola kas negara.

Modernisasi pengelolaan kas negara pada era industri 4.0 ini menjadi suatu keharusan, dimana baik belanja maupun penerimaan negara dituntut untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi guna memperoleh nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan mempertahankan pola konvensional yang pastinya akan tergerus oleh zaman. Kondisi seperti ini mengharuskan pemerintah untuk berinovasi guna melakukan perubahan pada perilaku belanjanya, terutama terkait pembayaran belanja pemerintah yang menggunakan transaksi tunai melalui mekanisme uang persediaan (UP). Secara berangsur-angsur transaksi tunai pada pengelolaan uang persediaan ini mulai dialihkan kedalam bentuk cashless (non tunai) dengan cara menerapkan digital payment seperti Cash Management System (CMS) Virtual Account, Kartu Kredit Pemerintah (KKP), dan yang terkini adalah menggunakan digital payment-marketplace, hal ini sebagai bentuk dukungan pada agenda pemerintah dalam mewujudkan cashless society yang merupakan budaya bertransaksi non tunai.

Digital payment-marketplace (Digipay) merupakan transformasi belanja pemerintah khusus untuk uang persediaan (UP) di era digital secara cashless. Digipay menjadi langkah awal dalam penyediaan platform pengadaan barang/jasa yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mengintegrasikan antara sistem marketplace dengan sistem digital payment.

Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor  196/PMK.05/1018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.05/2021 dinyatakan bahwa Bendahara Pengeluaran pada satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga dapat melaksanakan pembayaran atau tagihan kepada negara melalui mekanisme uang persediaan dengan menggunakan Cash Management System (CMS) dan Kartu Kredit Pemerintah (KKP), penggunaan Kartu Kredit Pemerintah dilakukan untuk nilai belanja paling banyak Rp200.000.000,- untuk 1 (satu) penerima pembayaran dan hanya dapat dilakukan untuk transaksi pengadaan barang/jasa yang merupakan produk dalam negeri yang disediakan oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil (UMKM) melalui sarana marketplace berbasis platform yang disediakan oleh Kementerian Keuangan yaitu digipay.

Adanya sistem interoperabilitas pada bank pendukung digipay, pelaksanaan pembayaran atas belanja negara melalui digipay dapat dilakukan melalui pemindahbukuan (overbooking), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI), dan/atau Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dari rekening pengeluaran secara elektronik melalui CMS Virtual Account atau KKP.

Sebagai inisiator penggunaan uang persediaan dalam belanja pemerintah melalui sistem marketplace dan sistem digitai payment, pada bulan November 2019 Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah melakukan uji coba sistem tersebut secara bertahap pada beberapa satker yang ditetapkan oleh Direktur Pengelolaan Kas Negara.

Dan mulai bulan Maret 2020, seluruh satker instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditetapkan sebagai peserta uji coba sistem ini, meliputi antara lain satker Kantor Pusat DJPb, Kanwil DJPb, dan KPPN di seluruh Indonesia, termasuk 3 (tiga) bank umum yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) yaitu Bank Mandiri, BRI, dan BNI, ketiga bank inilah yang menyediakan aplikasi belanja berbasis web sistem marketplace.

Selanjutnya, upaya penggunaan digipay sebagai transaksi pembayaran belanja pemerintah secara cashless terus ditingkatkan dan dikembangkan pada seluruh satker Kementerian Negara/Lembaga, dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-7/PB/2022 tentang Penggunaan Uang Persediaan Melalui Digipay pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga, Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam rangka mendukung pelaksanaan digipay membentuk pengelola digipay yang memiliki fungsi antara lain: pengembangan kerja sama layanan; pengembangan teknologi informasi; layanan operasional; serta manajemen mutu dan hukum.

Hal ini sebagai upaya agar implementasi digipay pada seluruh satuan kerja Kementerian Negara/Lembaga dapat berkembang luas dan tumbuh dengan lebih cepat.

Di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, implementasi digipay sebagai pembayaran belanja transaksi non tunai pertumbuhannya tidak signifikan, hal ini disebabkan karena beragamnya kultur budaya, karakteristik daerah, penyediaan jaringan internet, maupun tingkat kemampuan dan pengetahuan masyarakatnya dalam menggunakan teknologi informasi.

Berdasarkan data laporan bulanan hasil monitoring dan evaluasi digipay Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan pada periode sampai dengan triwulan III 2022 (Bulan September 2022), bahwa dari 746 jumlah satuan kerja pengelola uang persediaan baik UP-RM maupun UP-PNBP terdapat 339 satker atau sebesar 45,4% satker yang menggunakan digipay, sehingga masih terdapat 407 satker atau sebesar 54,6% dari satker pengelola uang persediaan yang belum menggunakan digipay. Sedangkan untuk vendor/UMKM yang telah direkrut sebanyak 228 atau sebesar 67,3% dari satker digipay.

Hal ini menjadi perhatian bersama bagi Kanwil DJPb, KPPN, Bank, dan Satker termasuk vendor/UMKM dalam upaya mendukung dan meningkatkan pertumbuhan digipay sebagaimana diamanatkan dalam PMK Nomor 97/PMK.05/2021 dan Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-7/PB/2022.

Dalam rangka akselerasi pertumbuhan implementasi digipay, Kanwil Ditjen Perbendaharaan melakukan langkah-langkah antara lain: edukasi stakeholder dengan memperhatikan karakteristik dan menyesuaikan kapasitasnya agar hasilnya efektif; peningkatan kolaborasi dengan stakeholder local (kantor cabang Himbara, satker, asosiasi penyedia barang/jasa, dan lainnya); melakukan pemetaan dan penentuan target implementasi untuk menentukan skala prioritas dan jenis edukasi yang tepat; melakukan monitoring dan evaluasi capaian implementasi digipay secara berkala untuk mengidentifikasi permasalahan di lapangan.   

Digipay sebagai pembayaran transaksi secara non tunai memiliki banyak manfaat, yaitu aman, praktis dan efisien, transparan. Aman karena transaksi secara tunai dapat menimbulkan resiko pencurian dan bahkan dapat pengembalian uang palsu.

Praktis dan efisien, transaksi non tunai praktis karena tidak perlu membawa uang tunai, dan efisien dengan alasan transaksi non tunai menghindari kerepotan dalam mengelola uang tunai seperti menghitung, menyimpan dan mendistribusikan uang.

Selanjutnya transparan, yaitu semua transaksi non tunai tercatat secara otomatis dan detail sehingga mudah dilakukan pencarian transaksi dan data transaksinya untuk penyiapan dokumen pertanggung-jawabannya.

Manfaat Digipay tidak hanya dirasakan oleh satuan kerja pengelola uang persediaan (UP) saja melainkan juga oleh pihak-pihak yang terkait, yaitu UMKM, perbankan, auditor, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Aparat Penegak Hukum (APH), dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). Adapun manfaat Digipay untuk masing-masing pihak tersebut antara lain: 

  1. Satker : Otomasi dan efisiensi (seluruh proses dijalankan secara otomatis); Integrasi pengadaan, pembayaran, perpajakan dan pelaporan; Simplifikasi SPJ (platform menghasilkan dokumen SPJ); Menghilangkan moral hazard (transparan dan akuntabel).
  2. UMKM : Kepastian pembayaran (platform menyediakan scheduled payment); Peluang menjadi rekanan di banyak satker (open and free marketing); Mendapat fasilititas dalam pinjaman dari bank mitra (bank lending facility).
  3. Bank : Membuka pasar baru (dengan mempertimbangkan record UMKM mitra pada digipay); Layanan bagi targeted segment; Brand mitra pemerintah.
  4. Auditor/APH/DJP : Mengurangi froud (transaksi dijalankan secara sistem, tidak ada pertemuan langsung antara satker dengan UMKM); E-audit  (data digipay dapat digunakan sebagai e-audit); Memastikan kepatuhan wajib pajak.
  5. DJPb : Manajemen likuiditas yang lebih efisien (saldo kas termonitor); Perencanaan kas yang lebih efektif; Data analytics.

Implementasi digipay tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi, antara lain : Pertama, digipay sangat tergantung pada infrastruktur dan teknologi. Dalam bertransaksi menggunakan digipay membutuhkan sistem jaringan komunikasi, internet, listrik serta perangkat lainnya lainnya seperti komputer/laptop maupun smartphone. Tingkat penggunaan internet untuk di beberapa wilayah masih rendah membuat kesenjangan sosial dalam implementasi digipay. Kedua, tingkat kepercayaan baik satuan kerja maupun UMKM dalam menggunakan digipay.

Diperlukan jaminan baik satker maupun UMKM dari potensi pencurian data dan cyber crime, sehingga dilakukan antisipasi secara kontinyu memperbaharui keamanan sistem digipay. Ketiga, kebiasaan baik satker maupun UMKM yang masih memilih untuk melakukan transaksi secara tunai.

Hal ini banyak dialami di daerah karena latar belakang sosial budayanya yang sudah sangat nyaman menggunakan uang tunai untuk bertransaksi. Keadaan ini tidak lepas dari beragamnya masyarakat di Indonesia dengan tingkat pendidikan dan pemahaman terhadap teknologi yang belum merata serta kurangnya literasi keuangan.

Sosialisasi terus dilakukan secara optimal sehingga literasi keuangan dan kompetensi digital menjadi semakin baik. Keempat, Aplikasi digipay masih dianggap tidak mudah dalam penggunaannya baik oleh satker maupun UMKM, hal ini terjadi karena masih belum terbiasa dengan transaksi online.  

Demikian artikel ilmiah popular berjudul Digipay Mendukung Cashless Belanja Pemerintah  ini disampaikan. Penulis menyimpulkan bahwa keberhasilan digipay menjadi tugas kita bersama sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.05/2021 dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-7/PB/2022. Sinergi dan koordinasi dari berbagai pihak sangat diperlukan mulai dari pemerintah, bank, satker, maupun vendor/UMKM untuk mensukseskan implementasi digipay.

Dukungan semua pihak sangat dibutuhkan agar tujuan strategis dari implementasi digipay Mewujudkan Ekonomi Digital dalam Memperkuat Daya Saing Ekonomi Daerah Dapat Tercapai.

Keterlibatan dari pihak perbankan masih perlu ditingkatkan, perbankan diharapkan dapat memberikan dukungan dalam peningkatan kualitas infrastruktur serta sosialisasi ekonomi digital, khususnya marketplace dan digipay.

Satker juga harus lebih membiasakan diri untuk bertransaksi menggunakan digipay dan turut aktif dalam mendaftarkan vendor/UMKM mitranya untuk menjadi bagian dari digipay, sedangkan vendor/UMKM sendiri juga diharapkan untuk lebih terbuka terhadap budaya bertransaksi secara digital dan non tunai (cashless society).