Beberapa saat, Fajar Nur Alamsyah, Staf Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel, yang berada di lokasi pembangunan baruga bergegas menuju lokasi penebangan pohon.

“Saat bertemu dengan aparat terjadi proses dialog antara pihak kepolisian dengan Fajar. Fajar menegaskan lokasi penebangan pohon telah berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) berdasarkan sk.362/menlhk/setjen/pla.0/5/2019, dan pihaknya telah memasukkan surat penebangan pohon di lokasi yang telah berstatus APL kepada Polsek Tinggimoncong, pihak kecamatan, pihak kelurahan serta Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam di Kab. Gowa. Namun, aparat tidak mengindahkan penjelasan Fajar lalu mendorong Fajar ke badan mobil pick up mereka,” ucapnya.

Fajar meminta waktu untuk mengambil dokumen usulan LPRA di rumah salah seorang warga, termasuk telegram Kantor Staf Presiden (KSP) kepada Kapolri dan Panglima TNI terkait tak boleh adanya ancaman, penggusuran hingga kriminalisasi LPRA-LPRA KPA yang tengah diusulkan dalam lima tahun terakhir.

“Saat Fajar tiba dari mengambil dokumen, kembali tiga aparat kepolisian datang besama petugas BKSDA di lokasi sehingga total ada enam aparat kepolisian yang berada di lokasi dan aparat BKSDA. Fajar kemudian memperlihatkan dokumen-dokumen advokasi LPRA dan menjelaskan situasi di lokasi dan tujuan pembangunan Baruga Tani. Keterangan Fajar juga diperkuat oleh keterangan aparat BKSDA bahwa status lokasi telah menjadi APL,” ungkapnya.

Di lokasi yang sama, salah seorang warga merekam aksi dari aparat kepolisian.

“Hal ini kemudian memancing kemarahan salah seorang aparat kepolisian dan bergegas menghampiri untuk merampas HP warga yang merekam, namun tindakan Polisi didahului oleh Fajar sehingga terjadi aksi tarik menarik HP antara Polisi yang bernama Eddi. K dengan Fajar hingga sang Polisi berhasil merampas HP dari Fajar dan membawanya sekitar lima meter dari posisi awal dan menghapus semua rekaman,” ungkapnya.