Oleh: Ferry Tas, S.H., M.Hum., M.Si.

(Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejati Sulsel/Mahasiswa Bimbingan Prof. Anshori Ilyas)

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama, demikianlah ungkapan pribahasa yang bermakna bahwa setiap orang yang meninggal akan dikenang sesuai dengan perbuatan semasa hidupnya. Secara Teologis Al-Qu’an mengingatkan bahwa ‘kullu nafsin daiqotul maut’, semua orang akan menemui kematin. Sedetikpun tidak dapat ditunda ataupun dipercepat.

Jumat pagi, ketika membuka grup WhatsApp langsung dikagetkan dengan pesan dari seorang teman yang menyampaikan kabar duka bahwa Prof. Anshori telah wafat. Saat itulah penulis terdiam dan memikirkan pertemuan beberapa waktu lalu ketika penulis melakukan bimbingan penyelesaian studi Doktor dengan beliau, karena Prof. Anshori merupakan Promotor dalam penyelesaian Studi penulis di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Prof. Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin telah wafat, namun namanya akan selalu hidup berkat dedikasi, karya dan keteladanannya. Teringat pesan dari W.S Rendra bahwa perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata, pesan tersebut pada dasarnya menguatkan nilai keteladanan, dan keteladanan merupakan nilai yang diperjuangkan dan dibangun sepanjang hayat, keteladanan inilah yang diberikan oleh Prof. Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H.

Kepergian Prof. Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H. pada Jum’at 20 Desember 2024 telah meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, rekan sejawat, mahasiswa, masyarakat luas, dan secara khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Sosok beliau yang lahir pada 07 Juni 1956 dan menutup usia di umur 68 Tahun dikenal sebagai pribadi yang sederhana, bersahaja dan memiliki pikiran yang visioner dalam Pembangunan hukum khususnya terkait isu ketatanegaraan, serta menjadi akademisi yang kharismatik. Menyaksikan kamus kehidupan beliau yang tak banyak dimiliki orang adalah kesyukuran.

YouTube player