Di Laut Perang Tarif Antara Amerika Serikat dan China, Akankah Indonesia Tenggelam atau Berlayar Lebih Jauh?
Namun, di sisi lain, gejolak perdagangan ini juga membawa ancaman serius. Sektor-sektor yang selama ini menggantungkan ekspor pada permintaan global, seperti karet dan baja, bisa mengalami penurunan signifikan akibat melemahnya perdagangan internasional.
Ketergantungan Indonesia pada pasar China dan AS juga membuat perekonomian nasional rentan terhadap fluktuasi kebijakan kedua negara.
Misalnya, China merupakan tujuan utama ekspor komoditas Indonesia seperti batu bara dan minyak sawit. Jika permintaan China menurun akibat perlambatan ekonomi, dampaknya akan langsung terasa pada neraca perdagangan Indonesia. Oleh karena itu, diversifikasi pasar ekspor menjadi langkah krusial untuk mengurangi ketergantungan ini.
Selain itu, produk ekspor Indonesia seperti tekstil, alas kaki, dan turunan kelapa sawit bisa mengambil alih pasar yang ditinggalkan oleh produk China di AS.
Data Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa ekspor tekstil Indonesia ke AS meningkat 12% pada 2023, didorong oleh tarif yang lebih tinggi pada produk sejenis dari China.
Ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki ruang untuk memperluas pangsa pasarnya jika mampu memanfaatkan momentum dengan baik.
Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Langkah seperti percepatan hilirisasi industri dan perluasan kerja sama dagang patut diapresiasi. Sayangnya, upaya ini belum maksimal jika melihat realitas di lapangan.
Infrastruktur logistik yang buruk dan regulasi yang tumpang tindih masih menjadi momok bagi investor. Tanpa perbaikan fundamental, kebijakan strategis hanya akan jadi wacana.
Selain itu, Indonesia aktif menjajaki kerja sama dengan pasar baru di Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin. Perjanjian dagang dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Afrika Selatan adalah contoh upaya untuk mengurangi ketergantungan pada China dan AS.
Namun, upaya ini belum maksimal jika melihat realitas di lapangan. Infrastruktur logistik yang buruk, regulasi yang tumpang tindih, dan birokrasi yang berbelit-belit masih menjadi penghambat utama dalam menarik investasi dan meningkatkan ekspor.

Tinggalkan Balasan