MAKASSAR – Ada idiom yang menarik saya catat dari Ketua Majelis Pengurus Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila (PP) Sulawesi Selatan St. Diza Rasyid Ali, 27 November 2021 sore di Tribun Karebosi Makassar.

“Jika PP menginjak semut, ribut, tetapi ketika PP melaksanakan begitu banyak kegiatan positif tidak pernah diapresiasi,” tegas mantan Manajer Persija Jakarta dan PSM Makassar tersebut dalam acara yang di luar sana, hujan lebat mengguyur kota.

Apa yang dikatakan Diza itu benar. Saya tiba-tiba teringat dengan apa yang beredar di media sosial ketika seorang guru menulis di papan tulis tiga materi belajar berhitung.
“ 3+3 =6, 4+4 =8, dan 5+5=9,” begitu guru menulis.

Melihat jawaban 5+5 =9, para murid serentak angkat tangan berseru.

“Salah, Bu. 5+5=10, Bu Guru !!!,” koor para murid.

Guru pun dengan tenang menjawab dan menjelaskan protes anak didiknya.

“ Saya juga tahu kalau 5+5 = 9 itu salah dan yang benar 5+5=10, tetapi saya sudah menuliskan dua jawaban yang benar, 3+3 =6 dan 4+4 =8. Anak-anakku semua hanya memprotes pada satu kesalahan yang saya tulis, tetapi tidak memberi apresiasi dan penghargaan atas dua jawaban saya yang benar”.

Contoh soal ini sederhana memang, tetapi substansinya identik dengan apa yang dikatakan oleh Diza itu tadi. Orang selalu meributkan jika seseorang atau satu pihak berbuat hanya satu kesalahan, tetapi tidak pernah memberi penghargaan dan apresiasi terhadap begitu banyak perbuatan baik yang dilakukannya.

Saya membaca acara pelantikan enam badan baru di tubuh organisasi masyarakat (ormas) terbesar di Indonesia, Sabtu petang silam tersebut ada kaitannya dengan apa yang dikemukakan Diza itu. Juga, sebagai bentuk persiapan dan koreksi internal atau “self introspection” yang dilakukan Pemuda Pancasila (PP) memasuki dan mejalani revolusi 4,0 yang serba digitalisasi, terutama dengan pengaruh media sosialnya yang kecepatannya bagaikan sama dengan kecepatan mata seseorang berkedip.

Salah satu “asesoris” bawaan revolusi 4,0 adalah media sosial. Media sosial merupakan sebuah media berbasis kecanggihan teknologi yang diklasifikasikan dari berbagai bentuk. Ada seperti majalah, forum internet, weblog, blog sosial, microblogging, wiki, siniar, foto atau gambar, video, peringkat dan “bookmark” sosial. Dengan menerapkan satu set teori dalam bidang media penelitian (kehadiran sosial, media kekayaan) dan proses sosial (self-presentasi, self-disclosure – penyingkapan sendiri), Kaplan dan Haenlein dua orang pakar “information and technology” (IT) menciptakan skema atau klasifikasi untuk berbagai jenis media sosial (disampaikan dalam artikel Horizons Bisnis yang diterbitkan sepanjang tahun 2010).

Saya memilih dua badan yang dibentuk, yakni Badan Jurnal dan Badan Informasi dan Komunikasi. Kehadiran dua badan ini menunjukkan bahwa PP akan menempatkan diri sebagai sebuah ormas yang memiliki kelengkapan piranti organisasi pendukung yang identik dengan yang dimiliki oleh pemerintah. Hal ini pun selaras dengan apa yang dikemukakan Diza bahwa mereka yang terlibat di dalam badan-badan ini kelak jika terjun menjadi bagian dari pemerintah sudah memiliki rekam jejak dan kerja yang selaras dengan kinerja pemerintah.

Kedua badan tersebut juga dimiliki oleh piranti pemerintahan. Hubungan Masyarakat yang dianggap sebagai warisan model institusi penyampai informasi masa lalu, kini sudah banyak yang hilang di lembaga pemerintahan dan berganti dengan dengan nama lain. Jika pun tetap ada, institusi itu sudah diperbaharui dengan sejumlah varian piranti yang mencerminkan pemerintah tidak ketinggalan menyikapi perkembangan revolusi 4,0.

Kehadiran Badan Jurnal khususnya, saya sangat apresiasi karena dia akan menjadi ujung tombak suatu organisasi menghadapi “gempuran” revolusi 4,0 yang serba digital itu. Kehidupan manusia zaman sekarang berada di ujung jari, begitu Radio Republik Indonesia (RRI) selalu menyampaikan slogan tersebut. Apa pasalnya, sebab di era teknologi yang menempatkan telepon pintar (smartphone) sebagai “produk revolusi teknologi raksasa” telah “mematikan” sejumlah piranti lainnya yang selama ini secara parsial dan terpisah selalu menghiasi rumah tangga kita.

Kita ambil contoh, kehadiran telepon seluler (ponsel) telah mematikan dan menganggurkan telepon rumah. Ponsel telah merebut fungsi televisi. Ponsel telah mencegah kita pergi menonton film di bioskop. Ponsel telah mencegah kita membeli koran dan suratkabar. Ponsel telah mencegah kita menggunakan kalkulator, dan entah apa lagi. Begitu banyak fungsi dari berbagai kebutuhan kita yang telah berpindah dan “dirampas” ke ponsel.

Badan Jurnal ini diharapkan menjadi ujung tombak penyebaran informasi positif tentang PP supaya tidak terulang lagi “PP injak semut” saja jadi berita heboh. Badan Jurnal akan menyebarkan berbagai kegiatan positif yang dilaksanakan PP yang jumlahnya se-abrek sebagaimana dibeberkan Diza Sabtu itu.

Saya sangat mendukung kehadiran Badan Jurnal ini karena masih berkaitan dengan eksistensi saya saat ini sebagai seorang jurnalis meskipun hanya sekali dua turun gunung meliput.

Badan Jurnal akan memerankan dirinya sebagai “public relation” (PR) bagi PP. Salah satu fungsi Badan Jurnal sebagai “PR” PP adalah menciptakan citra positif PP di mata publik. Untuk mencapai realitas fungsi ini, maka yang harus dilakukan adalah menyebarkan secara luas kegiatan-kegiatan positif PP di tengah masyarakat yang selama ini tidak banyak orang ketahui. Ini dimaksudkan untuk “mematikan” berita negatif yang besarnya laksana sebutir jagung itu.

Sebagai badan yang berisi mereka yang rata-rata jurnalis, saya selalu yakin dapat mengemas informasi itu dengan jitu. Mereka sudah maklum akan ABC-nya informasi dan jurnalistik, sehingga dapat menghindarkan diri dari kemungkinan terjebak dalam delik hukum (pers)
Memang saya untuk pertama kali hadir dalam acara PP dan begitu kagum dengan semangat dan antusias anggota membesarkan ormas ini. Mereka yang tergabung dalam organisasi ini adalah kaum terpelajar, profesional di bidangnya masing-masing, dan tentu saja sebagian kecil lagi mereka masih mengikuti pendidikan. Mereka yang bergabung di dalam organisasi ini tidak perlu kita ragukan,. Salah seorang di antaranya – sekadar contoh — adalah Ketua Panitia Penyelenggara Pelantikan Badan Nursyamsi Natsir yang mengemas acara sore itu dengan manis dan lancar. Selamat.

Catatan M. Dahlan Abubakar
Tokoh Pers versi Dewan Pers

Baca Juga : RINDU

Baca Juga : Sembilan Elemen Jurnalisme

Pilihan Video