Opini, Rakyat News – Masyarakat Provinsi Jazirah Selatan di Republik Amnesia, heboh, gegara DPRD provinsi tersebut melaksanakan hak angket. Heboh karena mungkin pertama kali terjadi sepanjang sejarah republik itu, Gubernur diselidiki oleh DPRD melalui hak angket. Apa pasal? Bermula dari keresahan yang terjadi di kalangan para Anggota DPRD begitu mengetahui serapan anggaran pembangunan demikian rendah, jauh di bawah target. Hingga Juni tahun berjalan, baru sekitar 16% dari total APBD yang hampir sepuluh trilyun.

Dari ruang-ruang rapat dengar pendapat masing-masing komisi di DPRD dengan mitranya dari berbagai organisasi perangkat daerah, terungkap, bahwa sedang terjadi kekacauan birokrasi di pemerintahan provinsi. Di Kantor Gubernur, terdapat dua matahari, padahal seharusnya hanya satu, Gubernur. Tetapi Wakil Gubernur juga muncul sebagai matahari yang lain. Bahkan cahayanya mampu meredupkan cahaya Gubernur. Buktinya apa?

Faktanya, Wakil Gubernur dapat mengangkat, memutasi, dan melantik pegawai dalam lingkup pemerintahan provinsi. Wagub membentuk satuan kerja layanan pengadaan (Satker LP) Barang dan Jasa. Mengangkat dan melantik pejabat esalon tiga dan empat. Melakukan mutasi kepala sekolah di berbagai daerah. Hebatnya, semua itu dilakukan hanya dengan SK Wakil Gubernur. Padahal, semua tahu kalau wewenang semacam itu melekat pada diri Gubernur yang tidak dapat didelegasikan.

Rakyat semakin heboh begitu Pansus Angket berhasil mengungkap fakta demi fakta. Soalnya, mereka paham kalau yang namanya wakil, baik Wakil Bupati, Wakil Walikota, maupun Wakil Gubernur, adalah jabatan yang nyaris tanpa wewenang. Wakil Gubernur hanya berperan dalam menjalankan tugas-tugas yang bersifat seremonial dan menggantikan Gubernur pada kesempatan tertentu. Kesimpulannya, seorang Wakil Gubernur tidak memiliki wewenang apapun untuk membuat kebijakan.

Fakta-fakta tersebut lantas memancing publik untuk membayang-bayangkan seperti apa gubernur dan wakilnya yang sedang rebutan kuasa? Membayangkan Wagub yang tampak begitu trengginas melucuti kuasa Gubernur, sementara gubernurnya sendiri, seolah-olah tak berdaya. Juga, membayangkan Gubernur yang sebenarnya luar biasa dongkol, tapi hanya mampu mengumpat dalam hati. Bahkan ketika lahan basah yang menjadi sumber pundi-pundi utama, yaitu, Satker Layanan Pengadaan Barang dan Jasa, berada dalam kendali Wagub, Gubernur pun seolah-olah pasrah dan berkata, “sesuka-suka kamu.” Paling jauh, hanya mengeluhkan adanya duri dalam daging.