“Meski ada satu aplikasi yang polanya seperti Simodis, tapi kami meyakini inovasi ini adalah yang pertama, terkait sistem monitoring dan evaluasi pra mandiri SPBE yang tidak lagi dilakukan secara manual. Sementara di tempat lain mungkin masih manual,” jelasnya.

“Dan Alhamdulillah, berkat inovasi ini juga, indeks SPBE Kabupaten Luwu Utara adalah yang tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan, dan tertinggi kedua di Indonesia Timur,” sambungnya.

Untuk diketahui, SPBE adalah regulasi yang mengatur sebuah sistem di Indonesia yang terintegrasi dan terpadu. Kemudianbagaimanan sistem-sistem tersebut dapat meningkatkan eksistensi penyelenggaraan sistem pemerintahan berbasis elektronik di Indonesia.

Apa yang dipaparkan Nirwan mendapat apresiasi yang luar biasa dari Tim Penilai. Ahmar Djalil misalnya. Dia yakin inovasi Simodis dapat bersaing di tingkat nasional (Sinovik), tetapi dengan catatan, proposal inovasi ini dapat diperbaiki dan lebih dipertajam lagi.

“Setelah mendengar penjelasan yang begitu luar biasa dari inovator, saya yakin inovasi ini bisa bersaing di tingkat Sinovik KemenPANRB asalkan proposalnya dipermantap lagi,” imbau Ahmar. “Kasih bagus memang mi proposalnya,” sambung Lukman Samboteng, tim penilai lainnya.

Usai Simodis, Tim Penilai KIPP melanjutkan kegiatan verifikasi lapangan di Kantor Kecamatan Sukamaju Selatan untuk meninjau langsung proses inovasi Pugalu Sip. Di sana, beberapa penerima layanan hadir, mulai dari Aparat Pemerintah Kecamatan, Kepala Desa, BPD, sampai masyarakat biasa.

Semua penerima manfaat dalam testimoninya mengaku sangat terbantu dengan hadirnya Pugalu Sip, inovasi Bappelitbangda yang digagas Ovan Patuang. “Ini adalah inovasi yang luar biasa buat kami. Dengan inovasi ini, masyarakat bisa dengan mudah mengakses informasi pembangunan infrastruktur,” kata Sekcam Sukamaju Selatan, Eka Bayu Asmara.

Sementara itu, inovator Pugalu Sip, Ovan Patuang, mengaku masih memiliki kendala tentang kelancaran aplikasi Pugalu Sip. Karena menurut dia, inovasi ini masih sangat tergantung pada kelancaran signal. “Kami di Luwu Utara, masih ada sekitar 26 desa yang blank spot yang jadi kendala dalam pengaplikasian inovasi ini karena tergantung signal,” terang Ovan.