MAKASSAR – Seniman asal Sulawesi Selatan, Siswadi Abustam atau kerap disapa Asis menuturkan metropolitan kota dunia itu ada dua barometer, salah satunya ada galeri yang mengandung kebudayaan. Hal itu kemudian melatarbelakangi hadirnya galeri seni rupa yang berlokasi di Pantai Losari.

Baca juga: Pentas Kala Teater Kembali Digelar Dengan Tema Postpartum Depression

Galeri seni ini hadir sejak tahun 2013 yang saat itu jabatan walikota dipegang oleh Ir. H. Ilham Arief Sirajuddin. Awal mula bangunannya dibangun untuk musala. Tapi sejak hadirnya masjid terapung Makassar, musala ini tidak digunakan lagi.

Asis melihatnya ada peluang untuk menjadikannya galeri seni rupa sebagai wadah untuk memperkenalkan budaya kepada masyarakat lokal.

Galeri seni rupa ini juga merupakan sebuah komunitas yang terdiri dari 14 orang yang berdomisili di Makassar dengan berbagai kalangan yang tentunya berkecimpung dalam dunia seni.

Galeri ini beroperasi mulai pukul 9 pagi hingga pukul 10 malam. Dimana rata-rata pengunjungnya berasal dari kalangan muda dan luar daerah seperti Ambon dan Papua.

Pengunjung yang hadir tak henti-hentinya, apalagi untuk menikmati lukisan yang ada di galeri seni ini tidak perlu merogoh kocek alias gratis. Walaupun demikian, pengunjung yang tertarik dengan lukisan dapat memilikinya dengan tarif mulai dari 150 ribu rupiah.

Bukan hanya itu, galeri seni rupa ini juga menghadirkan pengajaran melukis bagi anak-anak yang tertarik mengembangkan bakatnya dan tidak dipungut biaya. Hal itu dinilai sebagai usaha agar anak-anak khususnya di Sulawesi Selatan dapat tertarik dengan dunia seni.

Ia mengatakan salah satu situs prasejarah, lukisan leang-leang yang ditemukan oleh arkeologis menunjukkan bahwa orang Sulawesi Selatan itu memiliki jiwa seni.

“Sebenarnya orang Sulawesi Selatan itu seniman yang sangat besar, buktinya leang-leang yang lima ribu tahun ditemukan di Maros, ditemukan lagi yang baru di daerah Pangkep lebih tua dari leang-leang. Leang-leang itukan sudah menggambarkan ada kaitannya dengan rupa, ornamen-ornamen,” ujarnya pada Kamis (24/3/2022).

Ia melanjutkan dengan kehadiran galeri seni rupa ini, sedikit dapat mengubah stigma masyarakat bahwa kota Makassar itu juga punya sisi positif, berbudaya, dan kedepannya dapat lebih baik lagi.

“Memang ada sedikit misi. Tujuan saya, Makassar inikan kota yang kadang-kadang konotasinya sedikit kurang nyaman lah. Suka begal dan sebagainya. Saya paham itu, karena ada faktor yang membenarkan. Makanya saya bilang sama teman-teman, mari kita berbuat sesuatu, paling tidak itu mengurangi sedikit konotasi jelek kota Makassar. Dia itu kota budaya, kota pariwisata dan bisalah kedepannya jauh lebih baik,” lanjutnya.

Memberikan kecintaan terhadap budaya menurutnya memang tidak semata-mata menghasilkan uang, tapi dapat membangun karakter elegan yang menghaluskan jiwa utamanya bagi orang Makassar dengan seni rupa.

Melukis itu secara teknis terdiri dari lima hal yaitu ada anatomi, karakter, perspektif, dimensi, dan komposisi. Dari kelima hal itu, menghadirkan karakter sangat penting karena dapat menghasilkan jiwa atau pun roh dalam lukisan. Hal itu kemudian yang dapat membuat orang yang melihatnya tertarik.

Ia menjelaskan, masa depan seni rupa itu akan cerah. Hal itu dinilainya karena kecintaan orang-orang terhadap seni sudah mulai terlihat. Sekalipun di masa pandemi ini, dari segi komersial juga tetap berjalan.

“Dulu awalnya kan orang mau masuk juga tidak mau, sekarang kalau malam Sabtu dan malam Minggu itu kan kita lihat penuh sesak, bahkan saya punya daftar pengunjung dalam sebulan itu bisa mencapai 3000 orang. Lukisan saya juga pernah ditawari senilai 75 juta. Saya sendiri sebenarnya tidak jual dengan harga sekian, tapi dia memang menghargai seni,” tutupnya.

Baca juga: Support Porseni IGTKI PGRI Takalar, Bunda Paud: Dapat Gali Kearifan Lokal