Tambahnya, setelah harga di semua wilayah mencapai Rp 14 Ribu perliternya maka akan dilakukan pengusulan untuk mencabut larangan ekspor.

“Begitu harga Rp 14.000/liter hampir di seluruh wilayah akan kita mengusulkan (pencabutan larangan ekspor). Kita berharap lebih cepat makin bagus. Mohon bersabar, kita berusaha secepat mungkin, kita terus bekerja memantau harga di pasar,” tuturnya.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Indonesia, Setiyono, mengatakan, untuk saat ini untuk petani swadaya harga TBS anjlok di angka Rp2.900 per kilo TBS.

“Untuk yang swadaya ini sudah kewalahan harganya. Kalau yang masuk kemitraan, di Riau saat ini Rp 2.900/kilo. Anjlok, gimana orang dari Rp 4.000/kilo jadi Rp 2.900/kilo,” katanya.

Lanjutnya, Setiyono mengatakan, untuk harga sawit memang sudah mencapai angka Rp 4000 untuk perkilonya dan itu tidak wajar. Namun, jika melihat harga pupuk yang naik sebesar 300% maka itu wajar. Tapi jika harga CPO sudah menyentuh angka Rp 17.000/kilo maka minyak akan dijual seharga Rp 14.000 per liternya karena untuk Rp 17.000 sudah mencapai TBS sebesar 4.000/kilo.

“Harga sawit memang 4.000/kilo, itu sebenarnya tidak wajar. Tetapi jika diimbang harga pupuk yang naik 300% jadi wajar. Tetapi kalau harga CPO saja sudah Rp 17.000/kilo, nggak mungkin minyak goreng dijual Rp 14.000/liter. Karena Rp 17.000 harga sudah mencapai TBS Rp 4.000/kilo,” imbuhnya.