[3.14.3] Bahwa terkait dengan pengisian penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah juga masih dalam ruang lingkup pemaknaan “secara demokratis” sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.

Oleh karenanya, perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016, sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian pejabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.

Selain itu, lanjut Fahri, dengan peran sentral yang dimiliki oleh kepala daerah dan wakil kepala daerah serta dengan mempertimbangkan lamanya daerah dipimpin oleh penjabat kepala daerah, maka perlu dipertimbangkan pemberian kewenangan penjabat kepala daerah dalam masa transisi menuju Pilkada serentak secara nasional yang sama dengan kepala daerah definitif.

Sebab, dengan kewenangan penuh yang dimiliki penjabat kepala daerah yang ditunjuk, maka akselerasi perkembangan pembangunan daerah tetap dapat diwujudkan tanpa ada perbedaan antara daerah yang dipimpin oleh penjabat kepala daerah maupun yang definitif.

Rules ini sangat penting, sebab mempunyai derajat konstitusional yang sangat kuat, idealnya jangan diabaikan, termasuk mempertegas posisi TNI-Polri jika dipandang penting dan urgent untuk mengisi posisi jabatan Pejabat seperti diuraikan diatas, tetapi karena ketiadaan rules dimaksud, maka potensial terjadi perbedaan tafsir yang cukup tajam ditengah masyarakat.

“Sehingga hemat saya, kebijakan yang akan diambil oleh penjabat dari unsur TNI kelak dikemudian hari sangat riskan, sebab terbuka lebar menjadi objek gugatan dan dipermasalahkan oleh kelompok masyarakat di pengadilan tentunya,” kata Fahri Bachmid.