Sementara itu, merespons ciutan tersebut, Viryan Aziz yang juga Komisioner Komisi Pemilihan Umum menilai, data penduduk diretas yang diungkap akun Twitter Under the Breach atau @underthebreach, merupakan dokumen digital atau soft file yang bersifat terbuka untuk memenuhi kebutuhan publik dengan dukungan format file pdf. Data yang dibocorkan untuk dijual itu adalah salinan digital daftar pemilih tetap (DPT) Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Viryan menuturkan, unggahan Under the Breach yang disertai gambar berisi informasi DPT berdasarkan meta data tertanggal 15 November 2013. Jumlah DPT pada 2014 tidak mencapai 200 juta, melainkan sebanyak 190 juta.

“KPU terus menelusuri berita kebocoran data penduduk dengan melakukan cek kondisi internal atau server data dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Viryan mengklaim, elemen data pribadi warga tetapi terlindungi. Data seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga tidak ditampilkan secara utuh”,ujarnya.

Pertengahan Mei 2020, Kaspersky mengungkapkan tiga bulan pertama di tahun 2020 terbukti menjadi waktu yang sibuk bagi pelaku kejahatan siber menargetkan bisnis kecil dan menengah (UKM) di kawasan Asia Tenggara (SEA). Sistem Anti-Phishing perusahaan keamanan siber global mencegah sebanyak 834.993 upaya phishing terhadap perusahaan dengan 50-250 karyawan, ini merupakan kenaikan 56% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu dengan lebih dari 500 ribu upaya diblokir. Para pelaku kejahatan siber juga memasukkan topik dan “frasa terkini” terkait dengan COVID-19 ke dalam konten mereka, meningkatkan peluang untuk tautan yang terinfeksi atau lampiran berbahaya dibuka.

Sebelumnya, Kaspersky menemukan modus baru serangan spam dan phishing dengan menargetkan orang-orang yang sedang menunggu kiriman paket barang dari pemesanan online. Peretas disebut mengeksploitasi mekanisme pengiriman paket yang lagi ramai digunakan semasa pembatasan aktivitas di luar rumah akibat pandemi Covid-19.