JAKARTA – Kondisi KPK setelah revisi Undang-undang KPK yang terjadi pada 2019 lalu menjadi perdebatan antara Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah dan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan yang ditayangkan dalam podcast pada akun Youtube milik Novel.

 Baca Juga : KPK Geledah Kantor Dinas PUTR Sulsel, Sita Dua Koper Merah dan Hitam

Fahri mengatakan bahwa terdapat tiga demokrasi, konstitusi yang diamandemen telah diperbaiki, terbukanya struktur negara sehingga muncul UU transparansi informasi publik, Ombudsman sebagai lembaga pengawasan, kemudian yang seharusnya diperbaiki adalah kredibilitas manusianya.

“Demokrasi itu tiga, amendemen konstitusi sudah diperbaiki; struktur negara kita bikin terbuka ada UU Keterbukaan Informasi Publik sekarang, enggak sembarangan ada Ombudsman lembaga pengawasan luar biasa; dan harusnya kredibilitas manusianya kita perbaiki,” ucapnya dilansir dari CNNIndonesia.com.

Ia menyatakan, konstitusi dan struktur negara merupakan hal yang harus diperbaiki agar tidak terus-menerus memproduksi kejahatan kemudian merusak kredibilitas sumber daya manusia.

Menurutnya, birokrasi dan sistem negara akan terus melahirkan orang jahat bila konstitusi dan struktur negara tidak berjalan baik.

“[Kredibilitas sumber daya manusia] itu di ujung, problem-nya yang di ujung yang dua [konstitusi dan struktur negara] ini. Kalau ini terus produksi kejahatan, orang jahat akan terus lahir dari birokrasi, dari sistem bernegara,” kata Fahri.

Maka dari itu, Fahri meminta KPK untuk gunakan seluruh kewenangan yang diberikan UU untuk membangun kedisiplinan yang masif di tengah masyarakat.

“Gunakan wibawa yang diberikan UU itu untuk membangun kedisiplinan yang masif, ini yang dimaksud sistem integritas,” ucapnya.

Merespons pernyataan tersebut, Novel mengaku melihat banyak hal buruk yang lahir akibat revisi UU KPK pada 2019 silam.