Nuryanti katakan bahwa saat ini telah dikeluarkan UU No 13 Tahun 2022 tentang pembentukan peraturan perundangan. UU tersebut disahkan pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai uji formil UU no 11 tahun 2020 tentang UU Cipta Kerja.

 

“UU No 13 tahun 2022 selain untuk menindaklanjuti dari putusan MK tersebut, juga sebagai penyempurnaan terhadap ketentuan dalam UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundangan sebagaimana diubah dalam UU No 15 tahun 2019 tentang pembentukan peraturan perundangan,” kata Nuryanti.

 

Lebih lanjut, harmonisasi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan peraturan perundangan, mengingat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah merupakan bagian integral dari sistem hukum nasional yang sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) UU no 12 Tahun 2011.

 

“Dengan adanya harmonisasi ini diharapkan peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.” jelas Nuryanti.

 

Nuryanti juga katakan bahwa pengharmonisasian dilakukan agar peraturan perundangan yang dibentuk baik peraturan daerah dan peraturan kepala daerah menaati asas peraturan perundangan, asas pembentukan peraturan perundangan, asas materi muatan perundangan, dan asas-asas lain di bidang hukum.

 

“Pengharmonisasian dilakukan terhadap 3 (tiga) aspek yaitu prosedural, substansi, dan teknik. Prosedural dilihat dari perencanaan sampai tahap pengundangannya. Kemudian substansinya dilakukan saat melakukan harmonsiasi yaitu substansi ranperda. Terkahir teknis penysunannya, yaitu mengikuti lampiran II UU No 13 tahun 2022 tentang pembentukan peraturan perundangan.” terang Nuryanti.

 

Terakhir, ia berpesan agar Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Anggota Dewan dan Kanwil Kemenkumham harus memperkuat koordinasi dalam pembentukan peraturan perundangan.