Kepala Puskesmas Pacellekang, Gandi Iswanto mengatakan, ada tiga tahapan yang akan dilakukan pihaknya. Pertama membeli produk basah, kedua membeli produk olahan kering, ketiga membeli produk olahan serbuk dan terakhir produk masyarakat akan dipasarkan oleh pihak Puskesmas.

“Selain memberdayakan masyarakat, stunting kebanyakan terjadi pada anak yang berada di kondisi ekonomi menengah ke bawah. Mulanya dengan adanya kegiatan ini, minimal kesejahteraan mereka bisa tersentuh sehingga diharapkan gizi mereka tercukupi,” kata Gandi.

Berbeda dengan puskesmas lain di Kabupaten Gowa, Puskesmas Pacellekang mencoba menerapkan bekerja dengan berdasar riset untuk mencarikan solusi tambahan dalam penanganan kasus Stunting dan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat.

Dinilai sosialisasi melalui pendekatan program kepada masyarakat kurang optimal, lahirnya puskesmas berbasis riset ini kemudian bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi di Sulawesi Selatan. Hingga akhirnya menemukan salah satu solusi tambahan dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat terutama untuk penanganan anak stunting.

Berdasarkan hasil telaah jurnal riset yang mereka dapatkan, konsumsi kelor 2 gram sehari selama 30 hari berturut-turut dapat meningkatkan indeks berat badan anak seberat 0,48 kg. Hal ini menjadi pemicu bagi Gandi bersama pihaknya untuk terus mengembangkan sayuran kelor sebagai salah satu pangan alternatif pada masyarakat desa panaikang terutama ibu-ibu yang mempunyai anak stunting.

Beberapa hasil telaah jurnal riset tersebut didapatkan kreasi makanan yang memikat hati untuk dikonsumsi anak stunting, seperti ice cream kelor, puding kelor, kripik kelor, dan yogurt kelor. Dari keempat produk tersebut, ice cream menjadi makanan yang dipopulari.

“Kalau dalam satu cup, anak makan ice cream 2-3 sendok itu sudah setara dengan 2 gram kelor. Bayangkan kalau anak beresiko stunting bisa konsumsi itu dalam sebulan, maka berat badan anak akan aman dari resiko stunting,” jelas Gandi.