Sulsel – Pengendalian pandemi Covid-19 global menunjukkan kemajuan secara bertahap. Tingkat kepercayaan diri masyarakat dan dunia usaha terus meningkat, didukung oleh adaptasi masyarakat yang semakin baik dan terus meluasnya vaksinasi.

Tercatat per 25 Oktober 2022, sebanyak 12,83 miliar dosis vaksin telah diberikan kepada populasi dunia. Meski demikian, varian baru Covid-19 masih memberikan risiko bagi upaya penyelesaian pandemi.

Saat ini, subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 menjadi variant terbaru yang kembali memicu kenaikan kasus di berbagai wilayah dunia. Namun demikian, kebijakan pengetatan restriksi mobilitas kini bukan lagi menjadi pilihan utama untuk mengendalikan pandemi.

Banyak negara lebih memilih untuk memperkuat vaksinasi terutama booster sebagai langkah proteksi utama untuk melindungi masyarakat dari penularan virus Covid-19. Mobilitas dan aktivitas perekonomian domestik meningkat seiring dengan membaiknya situasi pandemi. 

Pemerintah tetap bersiaga mencegah melonjaknya kembali kasus penularan Covid-19. Beberapa kebijakan penanganan pandemi terus diterapkan secara berkelanjutan seperti pengelolaan ketersediaan tempat tidur di fasilitas kesehatan, peningkatan laju vaksinasi, dan penerapan level PPKM secara lebih spesifik. Sejak awal Juni 2022, PPKM di hampir seluruh kota/kabupaten Indonesia telah berada di Level 1 (satu).

Salah satu langkah yang dikedepankan Pemerintah adalah menjadikan vaksinasi booster sebagai prasyarat untuk melakukan berbagai aktivitas seperti bepergian maupun untuk memasuki kawasan umum, seperti pusat perbelanjaan. 

Risiko global kini telah bergeser dari pandemi kepada tekanan ekonomi global. Sejak sebelum pandemi Covid-19 terjadi, perekonomian global telah dihadapkan pada berbagai tantangan.

Pertumbuhan ekonomi dunia mengalami perlambatan yang persisten sejak kurun 2017– 2019 diakibatkan oleh berbagai faktor seperti China economic rebalancing dan perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat (AS). Di tahun 2020, perekonomian dunia mengalami kontraksi yang tajam sebagai akibat dari pandemi Covid-19.

Meski pertumbuhan global menunjukkan rebound di tahun 2021, pemulihan antar negara tidak merata disebabkan oleh berbagai faktor seperti keragaman level kontraksi di tahun 2020, disparitas kapasitas penanganan pandemi, perbedaan kecepatan vaksinasi, dan ketimpangan stimulus.

Di tahun 2022 ini, risiko global mengalami eskalasi, diperparah oleh meningkatnya tensi geopolitik. Konflik Rusia-Ukraina telah memperburuk disrupsi supply yang sudah terjadi sejak pandemi dan mendorong lonjakan harga komoditas. Akibatnya, tekanan inflasi tinggi terjadi di banyak negara yang mendorong dilakukannya pengetatan kebijakan moneter yang agresif termasuk di AS.

Tekanan inflasi di AS mencapai 9,1 persen pada Juni 2022 atau tertinggi dalam 40 tahun dan sedikit menurun menjadi 8,3 persen pada Agustus 2022. Sebagai respons, suku bunga Fed Funds Rate (FFR) telah naik dari 0,25 persen per Januari 2022 menjadi 2,50 persen per Juli 2022.

Kenaikan suku bunga diperkirakan terus berlanjut hingga mencapai di atas 3,5 persen pada tahun ini dan 4 persen tahun 2023. Selain itu, The Fed juga akan melakukan kontraksi balance sheet sebagai bagian dari pengetatan kebijakan moneternya.

Pengalaman normalisasi kebijakan moneter AS di tahun 2018–2019 menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga dan kontraksi balance sheet akan berdampak pada peningkatan volatilitas sektor keuangan global, mendorong keluarnya arus modal dari negara berkembang, meningkatkan biaya utang, dan mendorong apresiasi dolar AS.

Eskalasi risiko global telah menciptakan ancaman krisis pangan dan energi, serta meningkatkan probabilitas resesi di banyak negara.

Potensi krisis pangan dan energi mengancam negara berpendapatan rendah yang memiliki ketergantungan terhadap impor serta menghadapi kerentanan fiskal. Di sisi lain, probabilitas resesi di banyak negara juga meningkat (survei Bloomberg, Juli 2022).

Probabilitas resesi tertinggi antara lain tercatat di Sri Lanka (85 persen), Eropa (55 persen), AS (40 persen), Korea Selatan (25 persen), Jepang (25 persen), dan Tiongkok (20 persen). Sementara probabilitas resesi untuk Indonesia sangat kecil, hanya 3 persen, dan jauh di bawah negara ASEAN lain seperti Filipina (8 persen), Thailand (10 persen), Vietnam (10 persen), dan Malaysia (13 persen).

Perekonomian sempat menunjukkan sinyal penguatan di awal tahun 2020 dengan indikator Purchasing Managers’ Index Manufaktur Indonesia untuk pertama kalinya kembali ke zona ekspansi pada Februari 2020. Namun, setelah virus Covid-19 masuk ke Indonesia di bulan Maret 2020, dampak negatif pandemi kepada perekonomian mulai terasa secara masif.

Aktivitas perekonomian kembali tertekan setelah berbagai negara mitra dagang memberlakukan kebijakan lockdown dan menghambat arus pasokan bahan baku dan barang modal ke dalam negeri. Tahun 2022 akan menjadi tahun yang penuh tantangan. Faktor ketidakpastian pada periode ini sangat tinggi.

Gejolak geopolitik yang memanas di masa konflik Rusia dan Ukraina menambah tekanan kepada pemulihan ekonomi dunia. Pengetatan kebijakan moneter global akibat tingkat inflasi yang tinggi dan berkelanjutan dapat mendorong cost of fund baik untuk pembiayaan sektor swasta maupun publik.

Meskipun sebagian dari tekanan eksternal telah dan akan terus diserap oleh APBN tahun 2022, percikan dari dinamika ekonomi dunia kepada keberlangsungan pemulihan ekonomi domestik tetap perlu diantisipasi dan dimitigasi.

Dengan fundamental ekonomi yang kuat dan kebijakan yang akomodatif, perekonomian nasional tetap berpotensi tumbuh menguat. Meski masih dalam tahap dini, pemulihan ekonomi nasional terus menguat yang tecermin pada triwulan II 2022 yang tumbuh 5,4 persen (yoy), atau tumbuh 3,7 persen (qtq).

Tingkat keparahan dari infeksi virus Covid-19 yang berangsur-angsur mereda akan menjadi poin krusial dalam pembentukan rasa percaya diri dan kenyamanan bagi masyarakat dan dunia usaha dalam beraktivitas.

Kualitas pemulihan ekonomi juga terus dijaga dengan penguatan peran APBN sebagai shock absorber, khususnya dalam melindungi pemulihan kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

APBN berfungsi sebagai peredam kejut dari berbagai benturan ekonomi. Pengendalian stabilitas tingkat inflasi serta pasar keuangan domestik akan menjadi kunci dalam menjaga momentum pemulihan di tahun 2022.

Perekonomian Indonesia diprediksi tumbuh di kisaran 5,1–5,4 persen di tahun 2022. Proyeksi ini sejalan dengan kalkulasi lembaga internasional termasuk Bank Dunia (5,1 persen), IMF (5,3 persen), dan Consensus Forecast (5,1 persen). 

APBN memiliki pengaruh yang besar terhadap sektor ekonomi antara lain sektor moneter, neraca pembayaran dan sektor produksi. Di sektor moneter, pengaruh APBN sangat besar dikarenakan anggaran negara merupakan salah satu komponen dari uang primer yang mempengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat.

APBN juga sangat berpengaruh kepada neraca pembayaran, antara lain misalnya penerimaan migas dan gas bumi akan masuk rekening kas negara. Bagi sektor produksi, pengaruh APBN terlihat dari kebijakan penerimaan dan pengeluaran pemerintah.

Pemerintah yang membuat kebijakan anggaran defisit yaitu pengeluaran lebih besar dari penerimaan sehingga berdampak pada mengurangi tingkat pajak dan menambah pengeluaran seperti menambah subsidi, hal ini dapat berdampak kepada peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat yang berdampak pada meningkatnya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa yang berdampak kepada dunia usaha.

APBN juga berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dengan membuka lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Jumlah realisasi APBN di Sulawesi Selatan selama tiga tahun dapat dilihat pada grafik 1, untuk APBN tahun 2022 realisasi sampai dengan 14 Oktober 2022:

Grafik 1:

Sumber : Kementerian Keuangan Daerah, diolah
Sumber : Kementerian Keuangan Daerah, diolah

Perekonomian Sulawesi Selatan berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku triwulan II-2022 mencapai Rp 151,34 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 90,35 triliun. Ekonomi Sulawesi Selatan triwulan II-2022 terhadap triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 8,38 persen (q-to-q).

Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 21,80 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 60,89 persen. 

Ekonomi Sulawesi Selatan triwulan II-2022 terhadap triwulan II-2021 mengalami pertumbuhan sebesar 5,18 persen (y-on-y). Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 26,42 persen.

Dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 44,11 persen. Ekonomi Sulawesi Selatan sepanjang Semester I tahun 2022 terhadap tahun 2021 mengalami pertumbuhan sebesar 4,74 persen (c-to-c).

Dari sisi produksi, pertumbuhan terbesar terjadi pada Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 20,78 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 44,01 persen.

Pembangunan di berbagai sektor yang merupakan alokasi APBN seperti pembangunan rumah sakit, sekolah, pemberian subsidi untuk petani dan masyarakat non industry. APBN memuat arah kebijakan pemerintah yang akan dilaksanakan dalam satu tahun ke depan.

Kebijakan-kebijakan tersebut salah satunya adalah kebijakan di bidang ekonomi. APBN merupakan pedoman bagi perekonomian bertujuan untuk menstabilkan perekonomian negara, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pendapatan.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, akan dirasakan dampaknya oleh seluruh komponen bangsa (penyelenggaraan negara baik pusat maupun daerah), dan masyarakat termasuk dunia usaha.

Misalnya, subsidi BBM yang dirasakan semakin membebani APBN dilakukan kebijakan penggantian subsidi BBM dengan dana kompensasi subsidi bagi rakyat; kebijakan ini berpengaruh bagi dunia usaha yang berarti biaya produksi meningkat sehingga memengaruhi tingkat harga di pasar. Begitu pula sebaliknya, apabila subsidi diberikan maka akan menurunkan tingkat harga.

APBN akan memengaruhi rencana-rencana sektor swasta dan meyakinkan lembaga-lembaga lain mengenai apa yang akan ditempuh oleh Negara yang bersangkutan di masa mendatang, serta bagi pemerintah akan lebih efisien dalam mengambil keputusan mendatang.

Pengaruh APBN terhadap pertumbuhan perekonomian:

1. Meningkatkan kesejahteraan.

Anggaran sebagai besar dialokasikan pada kemajuan negara dengan asusmsi mempercepat kesejahteraan rakyat.

2. Terjadi pembangunan di berbagai sektor.

APBN merupakan pedoman bagi perekonomian yang bertujuan untuk menstabilkan perekonomian negara, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.

3. Mempengaruhi rencana-rencana sektor swasta

Asumsi yang digunakan dalam APBN merupakan salah satu pertimbangan bagi investor dalam menanamkan modalnya.

4. Berpengaruh dalam perdagangan internasional

Kebijakan pengaturan tarif pajak ekspor dilakukan untuk melindungi kepentingan produsen dalam negeri, serta mengamankan neraca perdagangan internasional.

5. Sebagai instrument kebijakan 

Pemerintah dengan sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan guna mencapai kestabilan ekonomi. Teknik mengubah pengeluaran dan penerimaan yang dilakukan oleh pemerintah disebut dengan kebijakan fiskal.