MENJAGA KESINAMBUNGAN FISKAL PEMERINTAH MELALUI IMPLEMENTASI APBN 2023 YANG OPTIMIS DAN TETAP WASPADA

Oleh:

Dhani Ramdhani / Kepala Seksi PSAPP Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Selatan.

Ketahanan fiskal pemerintah terus diuji. Setelah melewati extraordinary period kala pandemi Covid-19 melanda dunia dan Indonesia di tahun 2020, kondisi fiskal dan perekonomian nasional perlahan mulai bertumbuh kembali secara positif dan konsisten hingga jelang tutup tahun 2022.

Sinyal positif tersebut antara lain terlihat melalui indikator-indikator perekonomian yang mulai membaik, sebagaimana data rilis Badan Pusat Statistik. Perbaikan tersebut tidak terlepas dari upaya optimal pemerintah untuk mempertahankan stabilitas fiskal dan perekonomian di tengah kondisi yang sangat dinamis dan penuh ketidakpastian.

Motor penggerak strategi fiskal pemerintah melalui APBN dengan kebijakan countercyclical-nya, telah mentransmisikan sumber-sumber daya ekonomi kedalam sektor-sektor strategis untuk memacu perbaikan ekonomi.

Program strategis Pemulihan Ekonomi Nasional dan Penanggulangan Covid-19 (PC PEN) menjadi salah satu buffer untuk membantu sektor-sektor ekonomi dan sosial yang terdampak akibat pandemi.

Program strategis yang ditargetkan untuk diimplementasikan dalam tiga tahun (2020-2022) diharapkan dapat membantu secara optimal pemulihan ekonomi dan sosial (di dalamnya termasuk kesehatan) masyarakat. Alokasi program strategis PC PEN tersebut menjadi bagian dari alokasi APBN.

Pada tahun 2020, program PC PEN dianggarkan sebesar Rp695,2 Triliun. Kemudian, pada tahun 2021, pemerintah mengalokasikan kembali sebesar Rp744,70 Triliun, atau mengalami kenaikan sebesar 7,12% dibandingkan tahun 2020. Sedangkan, pada tahun 2022 pemerintah mengalokasikan sebesar Rp455,62 Triliun, atau turun sebesar 38,82% dari tahun 2021.

Penurunan alokasi tersebut merupakan bagian dari milestones pemerintah yang menargetkan pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19 dapat terwujud secara kontinyu hingga tahun 2022, dengan tren alokasi yang menurun. Milestones tersebut juga sejalan dengan target pemerintah yang berupaya untuk mengembalikan defisit APBN menjadi di bawah 3% pada tahun 2023.

Rebound APBN 2023

APBN 2023 menjadi titik balik pemulihan fiskal. RAPBN 2023 yang telah disahkan pada rapat paripurna DPR tanggal 29 September 2022, telah disahkan melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja negara Tahun Anggaran 2023. Anggaran Pendapatan Negara telah ditetapkan sebesar Rp2.463,02 Triliun. Nilai tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2022 sebesar 33,41%.

Selanjutnya, anggaran Belanja Negara ditetapkan sebesar Rp3.061,18 Triliun, atau mengalami peningkatan 12,79% dibandingkan dengan tahun 2022. Berdasarkan perbandingan antara postur Pendapatan Negara dengan Belanja Negara, maka APBN 2023 diestimasikan defisit sebesar Rp598,16 Triliun atau 2,84% terhadap PDB.

Dengan postur APBN 2023 tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kebijakan fiskal pemerintah tahun 2023 mengalami rebound sejak pandemi melanda Indonesia. Mengapa disebut rebound kebijakan fiskal?

Apabila kembali menelisik APBN 2020, yaitu sebelum terjadinya pandemi Covid-19 secara meluas hingga menyebabkan terjadinya perubahan postur APBN (APBN-P) sebanyak dua kali, APBN 2020 mengalami tren kenaikan dibandingkan periode-periode sebelumnya.

Apabila dihitung berdasarkan data lima tahun (2016-2020) dengan tahun 2015 sebagai tahun dasar, serta ceteris paribus, tidak memasukkan perhitungan APBN-P 2015-2017, maka rata-rata peningkatan postur Pendapatan Negara adalah sebesar 4,66%, rata-rata peningkatan postur Belanja Negara adalah 4,56%, dan rata-rata estimasi defisit APBN adalah sebesar 2,07%. Sebagai informasi, pada tahun 2018 dan 2019, APBN tidak mengalami perubahan.

Dengan demikian, APBN 2023 yang telah ditetapkan oleh pemerintah menjadi titik balik pemulihan fiskal, yang sejalan dengan tren peningkatan postur APBN sejak tahun 2015 hingga tahun 2020.

Sehingga, apa yang terjadi pada tahun 2020-2022 dapat dikatakan sebagai kondisi anomali fiskal, karena APBN dalam periode tersebut merupakan manifestasi strategi fiskal yang dirancang untuk memulihkan kondisi perekonomian dalam kondisi yang extraordinary.

Salah satu dampak kondisi extraordinary tersebut, pemerintah harus mengambil langkah berani namun tetap penuh kehati-hatian untuk menetapkan defisit APBN-P 2020 yang kedua (Perpres Nomor 72 Tahun 2020) sebesar 6,34% terhadap PDB.

Kemudian, pada tahun 2021 estimasi defisit APBN diproyeksikan sebesar 5,70% terhadap PDB atau turun 10% dibandingkan tahun 2020. Serta, pada tahun 2022, estimasi defisit APBN kembali diturunkan menjadi 4,85% terhadap PDB, atau turun sebesar 15% dibandingkan tahun 2021.

Dan akhirnya, estimasi defisit APBN 2023 diturunkan kembali sebesar 41,44% dibandingkan tahun 2022 menjadi 2,84% terhadap PDB.

Kondisi tersebut menunjukkan adanya optimisme pemerintah dalam merencanakan dan mempersiapkan kebijakan fiskal di tahun 2023 yang secara on track mengembalikan estimasi defisit APBN di bawah 3% sesuai dengan milestones pemulihan ekonomi nasional.

Namun demikian, dinamika global sepanjang tahun 2022 tidak juga mengalami penurunan. Setelah era pandemi Covid-19 yang belum benar-benar berakhir, dunia kembali mengalami shock. Perang Rusia dan Ukraina menyebabkan naiknya risiko resesi global sehingga mendorong resesi di sejumlah negara.

Kebijakan fiskal pemerintah melalui APBN 2023 akan kembali diuji dengan risiko resesi global yang terus meluas. Lantas, bagaimana upaya pemerintah untuk tetap menjaga postur APBN 2023 tetap on track?

Arah Kebijakan Fiskal 2023

Mengutip informasi dari Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2023, pemerintah telah menetapkan tema “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”.

Tema tersebut diarahkan dalam rangka menjaga keberlanjutan fiskal melalui langkah konsolidasi fiskal secara berkualitas dengan didukung reformasi fiskal yang komprehensif dalam rangka optimalisasi dari sisi pendapatan, peningkatan kualitas belanja, serta mendorong pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan.

Optimalisasi dari sisi pendapatan antara lain diwujudkan melalui reformasi perpajakan dengan mengimplementasikan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Implementasi tersebut diharapkan dapat mendorong sistem perpajakan yang lebih sehat dan berkeadilan sehingga mampu mewujudkan perluasan basis pajak dan tingkat kepatuhan wajib pajak.

Selanjutnya, untuk mengoptimalkan belanja, pemerintah terus mendorong kelanjutan penguatan spending better.

Penguatan spending better tersebut diarahkan agar pengelolaan belanja negara menjadi lebih efisien dan produktif dalam rangka mendukung pencapaian target-target pembangunan.

Dari sisi pembiayaan, untuk mendorong pembiayaan yang inovatif, efisien, dan berkelanjutan, pemerintah akan mendorong value creation BUMN, BLU, Special Mission Vehicle (SMV), serta Sovereign Wealth Fund (SWF).

Value creation tersebut akan dilakukan melalui penguatan perencanaan dan pelaksanaan PMN. Selain itu, pemerintah juga akan berupaya untuk merumuskan strategi penerbitan SBN dengan yield dan cost of fund yang semakin ekonomis dan efisien dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian di tengah risiko likuiditas dan dinamika global.

Selanjutnya, untuk mendukung arah kebijakan fiskal 2023, pemerintah akan berfokus terhadap lima sasaran yaitu (1) penguatan kualitas SDM melalui kebijakan bidang kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial; (2) akselerasi pembangunan infrastruktur; (3) pemantapan reformasi birokrasi; (4) revitalisasi industri; dan (5) pembangunan ekonomi hijau. 

2023: Optimis dan Tetap Waspada

Setelah melalui serangkaian dinamika global, APBN sebagai alat kebijakan countercyclical, masih tetap mampu bertahan dan terus tumbuh. Sejak era krisis moneter di tahun 1998, kemudian berlanjut dengan adanya krisis keuangan di tahun 2008-2009, hingga pandemi Covid-19 yang melanda dunia di tahun 2020, Indonesia telah mampu membuktikan diri dapat menjalankan perekonomian nasional yang going concern. APBN telah menjadi motor penggerak perekonomian, ketika sektor-sektor lainnya mengalami tekanan yang sangat besar.

Selaras dengan analogi the lender of the last resort dalam fungsi Bank Sentral, maka APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal juga memiliki peranan yang erat dengan makna tersebut. Ketika sektor ekonomi dan sosial mengalami pelemahan, maka pemerintah harus bergerak cepat dengan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk membantu sektor-sektor yang terdampak.

Contohnya adalah Program PC PEN yang dirancang sebagai salah satu strategi pemerintah untuk menjaga agar dampak ekonomi dan sosial tidak semakin dalam.

Pada APBN 2023, kebijakan program PC PEN tidak lagi dijalankan. Hal tersebut telah sesuai dengan komitmen pemerintah untuk dapat memastikan pemulihan ekonomi nasional dan penanggulangan pandemi Covid-19 dapat diselesaikan hingga tahun 2022. Sehingga, tahun 2023 Indonesia telah bersiap dengan era endemi Covid-19.

Namun demikian, postur APBN 2023 tetap menekankan kepada penguatan kualitas SDM sebagai salah satu fokus perhatian pemerintah melalui kebijakan di bidang kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Fokus penguatan tersebut masih tetap sejalan dengan apa yang telah dijalankan dalam Program PC PEN.

Sebagai shock absorber, instrumen kebijakan fiskal dalam APBN 2023 dijalankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian, karena tingkat volatilitas perekonomian global masih sangat tinggi. Untuk itu, APBN 2023 menjadi sebuah optimisme di tengah tekanan global yang terus berlanjut, dan dijalankan dengan penuh kewaspadaan.

Atas kondisi tersebut, maka awareness dari semua pihak sangat diperlukan, karena sinergi dari trias politica sebagai agen dari masyarakat, termasuk di dalamnya adalah pemerintah daerah, pihak perbankan, seluruh sektor-sektor ekonomi, sosial, dan sektor-sektor lainnya, serta seluruh pihak lainnya akan sangat mendukung stabilitas fundamental perekonomian dan sosial kemasyarakatan, serta menjaga perekonomian nasional tetap going concern.