Elegi Kemerdekaan

By Suf Kasman

Kemerdekaan adalah usaha. Usaha para pahlawan memberi kejayaan negeri sepanjang masa.
Karena jasanya, bangsa Indonesia meraih kemerdekaannya.

Keberanian pahlawan yang dikombinasikan dengan integritas patut diacungi jempol. Derap langkahnya secara serentak menghentak zaman, sigap maju ke laga juang membuat para pahlawan semakin tegar mewujudkan impian menjadi kenyataan. Perjuangannya merupakan satu pelaksanaan cita dan rasa.

Gelora semangat para pejuang saling bertaut “sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang”.
Baginya, tidak ada istilah surut selangkah ke belakang, sebelum membawa diksi “Merdeka” bagi bangsanya.
Pemmali Soro’ si Jongka’ ri Tengngana Musu’è, Nalebbirengngi Telleng Natowaliè.

Dengan alat perang seadanya, bambu runcing di tangan kanan, kalewang di tangan kiri.
Kaki kanan melangkah ke depan, kaki kiri ikut mengimbangi manuver strategi.
Mata liar menatap musuh, hidung mencium gelagat kematian pihak lawan.
Narèkko Muasengngi Alèmu Wija Jonga, Soro’ko Mulinco’ Mabèla,
Narèkko Wija Aju Tabu’ko, Onroko Muritebbang, Lèppang ko Muripolo Dua…!!!

Dengan gagah berani patriot Nusa & Bangsa maju bagai segerombolan macan loreng menerkam “buaya-buaya” penjajah.
Para pahlawan berperang dengan panji-panji Nusantara, melawan seteru yang hebat.
Mereka menyabet tubuh-tubuh asing tanpa ampun.
Melinggis bambu runcing Belanda, mengiris kalewang Inggris, menikam bayonet Portugis, dan memartil Jepang.

Bendera-bendera & panji-panji penjajah diturunkan secara paksa.
Demi Tanah Air, para pahlawan korbankan waktu & hartanya.
Demi ordo Nusantara, marhaen-marhaen negeri rela pertaruhkan nyawanya untuk mengusir imperialis biadab yang tak beradab.

Arek-arek negeri menyatukan jiwa―arungi buana Yuda―berusaha sekuat tenaga menyingkirkan perdu-perdu musuh.
Jangan mengira pejuang Pertiwi nekat seraya membabi buta di medan pertempuran. Perhitungannya amat akurat, takaran valid, sukatan otentik.

Kala itu,
Anak-anak Pertiwi tak pernah gentar menghadapi bahaya petaka saat negara lagi genting.
Maut mengintai delapan penjuru, kematian menghadang, ajal tidak pernah dihiraukan. Liang lahad sudah terbayang, kerinduan syahid pun menjadi dambaannya.

Bersatu dalam semangat jiwa, bergotong royong usir penjajah untuk meraih kemerdekaan demi memanjakan anak-anak modern, generasi millenial.

Saat itulah bangsa Indonesia menekan tombol hari kemerdekaannya 17 Agustus 1945, berkat jasa para pahlawan.

Tak terbayang jika gelora keberanian tak tumbuh di sanubari anak-anak negeri (kala itu), Indonesiaku akan menjadi budak bagi bangsanya. Pasti menumpang di tanah sendiri.

Betapa sulitnya meraih kemerdekaan, susahnya menggapai kemenangan serta repotnya mengukir kejayaan.
Kemerdekaan diraih dengan ribuan ton darah telah tumpah.

Kemenangan digapai dengan ratusan ribu tulang belulang berserakan.
Manakala suatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinya dengan darah & dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa sudah arif nan bijak untuk kemerdekaannya.

Alhamdulillah, semua perih dan luka telah dilalui, berubah menjadi haru dan bahagia. Berkat mereka yang telah berjuang. Itulah pahlawanku, pahlawan kami, dan pahlawan nasional kita semuanya.

Kini, rakyat dapat bernapas lega tanpa sesak. Tidak merasa takut dan trauma yang membara. Jasa pahlawan menjadi saksi.
Selamat jalan wahai para patriot bangsa, berkatmu Indonesia harum nan jaya. Tetesan darahmu telah membangun negeri ini. Kini, aku dirikan tugu untukmu nonstop pujian abadi.
**
Namun, Kemerdekaan Republik Indonesia akhir-akhir ini, aura kemenangannya mulai dikotori sebagian anak-anak negeri. Perjuangan para pahlawanku direcoki manusia-manusia tamak dan jiwa-jiwa serakah. Pribadi-pribadi seperti ini tumbuh subur di negeriku, kerakusannya melupakan segalanya.

Memang, cukup sulit menyeleksi dan menyortir ‘orang yang beradab’ dan ‘orang yang biadab’. Karena domba telah bertukar bulu dengan serigala.

Sebenarnya, tidak perlu menghadirkan orang banyak untuk menghancurkan sebuah negara besar. Cukup satu atau dua orang penguasa melakukan kezaliman & ketidakadilan terhadap rakyatnya.
Pasti, kemerdekaannya gagal, karena hanya diisi basa-basi umbar janji.

Makassar, 20 Agustus 2021