Kedua, bahwa negara kita mengakui Pulau Kawikawia menjadi bagian dari cakupan wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan pada peraturan perundang-undangan putusan lembaga peradilan; berita acara hasil verifikasi pulau di Prov. Sultra tahun 2008; surat produk lembaga negara serta peraturan daerah, yang kontennya mengakui/berisi tentang keberadaan Pulau Kawikawia berada di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Secara rinci pengakuan tersebut terdapat dalam dokumen sebagai berikut:

  • Peta lampiran Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUUXVI/2018.
  • Fakta sejarah yang menunjukan bahwa Pulau Kawikawia merupakan wilayah Kesultanan Buton dan Pemerintah Swapraja Buton.
  • Berita acara beserta lampiran hasil verifikasi pulau di Prov. Sultra tahun 2008.
  • Peta Rupa Bumi Indonesia lembar BUKI NLP 2209 Edisi 1 Tahun 1997, mencantumkan Pulau Kawikawia sebagai bagian dari wilayah administrasi Kecamatan Sampola Kabupaten Buton (saat ini Kabupaten Buton Selatan).
  • Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar Tahun 2012 – 2032.
  • Peraturan Daerah Kabupaten Buton Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Buton Tahun 2013 – 2033.
  • Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 9 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Sulawesi Tenggara.

Sementara Penetapan Wilayah Administrasi Pulau Kakabia menjadi bagian wilayah adminitrasi Kabupaten Kepulauan Selayar hanya dengan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2011.

Pada saat ditetapkan Permendagri tersebut, Kementerian Dalam Negeri tidak pernah mengundang rapat antara kedua belah pihak antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan guna membahas keberadan pulau (Kawikawia versi Sulawesi Tenggara dan Kakabia versi Sulawesi Selatan), sehingga besar dugaan penetapan Permendagri Nomor 45 Tahun 2011 diputuskan secara sepihak, dengan mengesampingkan prinsip musyawarah yang selama ini digunakan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam menyelesaikan satu permasalahan.