Jakarta, Rakyat News – Buruh meminta agar pembahasan Omnibus Law dihentikan, karena banyak pasal di dalam Omnibus Law yang merugikan kaum buruh. Kalau dipaksakan segera disahkan, kita khawatir beleid tersebut justru akan membuat memperburuk keadaan.

Demikian dikemukakan Kahar S Cahyono kepada Redaksi di Jakarta (13/6/2020). Berikut petikan wawancara dengan Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini.

Pertanyaan : Apakah sudah ada kesepakatan antara buruh dan mahasiswa untuk melakukan aksi unjuk rasa atau judicial review ke MK?
Jawaban : Dari KSPI belum ada

Pertanyaan : Apa dampak negatif RUU Omnibus Law terhadap perlindungan dan rasa keadilan bagi kaum buruh yang “terpinggirkan”?

Jawaban : Dampaknya, omnibus tidak memberikan kepastian kerja, kepastian pendapatan, dan kepastian jaminan sosial. Saya kirim terpisah alasannya.

Pertanyaan : Dalam Pasal 26A (2) RUU Ciptaker dimana terdapat kalimat ‘penanaman modal asing harus mengutamakan kepentingan nasional’. Ada tanggapan?

Jawaban : Itu hanya pemanis saja. Buktinya TKA semakin dimudahkan. Di saat yang sama perlindungan/proteksi terhadap buruh Indonesia makin berkurang.

Pertanyaan : Segala perizinan yang semula diterbitkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota, semuanya dialihkan kepada pemerintah pusat dalam RUU Ciptaker Omnibus Law. Beberapa poin penting dalam Undang-Undang yang dibuat oleh DPR RI, semua diubah menjadi Peraturan Pemerintah. Ada tanggapan?

Jawaban : Ini bertentangan dengan semangat reformasi, yang menekankan pentingnya otonomi daerah.

Pertanyaan : Banyak DIM di omnibus law yang dinilai kurang memperhatikan UU yang pernah dibatalkan MK?

Jawaban : Putusan MK yang membatalkan satu pasal, kemudian pasal itu dihidupkan lagi dalam omnibus law menciderai keadilan dan merusak kepastian hukum.