Hapusnya data perizinan perusahaan Penggugat dari aplikasi MODI terjadi tiba-tiba begitu saja tanpa adanya pemberitahuan resmi sebelumnya kepada Penggugat dan atas kejadian tersebut Penggugat pun mengirimkan surat kepada Ditjen Minerba mempertanyakan alasan mereka menghapus Perusahaan Penggugat dari aplikasi MODI, dan Ditjen Minerba menjawab surat tersebut dengan mengatakan, Perusahaan Penggugat dihapus dari aplikasi MODI karena adanya kekurangan dokumen yang belum diserahkan oleh Perusahaan Penggugat kemudian Perusahaan Penggugat melengkapi seluruh dokumen yang diminta oleh Ditjen Minerba. Walaupun sebenarnya Perusahaan Penggugat sudah menyerahkan dokumen tersebut pada saat mengajukan permohonan MODI dan ada bukti tanda terimanya.

Setelah Perusahaan Penggugat melengkapi dokumen tersebut, data perizinan Perusahaan Penggugat tidak juga dimunculkan kembali di MODI. Akan tetapi, yang terjadi adalah permohonan perpanjangan IUP Perusahaan Penggugat ditolak dengan alasan tidak teregister di MODI.

Atas kebijakan yang tidak cermat itu, akhirnya Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Dalam persidangan yang terbuka untuk umum tersebut, Ahli Dr. Fahri Bachmid, S.H., M.H. berpendapat bahwa atas peristiwa hukum yang demikian itu, maka tentu Tergugat semestinya berpedoman pada ketentuan Pasal 5 UU RI No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang secara tegas mengatur bahwa “Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan pada : a. asas legalitas; b. asas pelindungan terhadap hak asasi manusia; dan c. AUPB.

Kemudian secara imperatif setiap pejabat tata usaha negara dalam membuat keputusan dan/atau tindakan pemerintahan wajib berpijak pada ketentuan norma Pasal 10 ayat (1) yang mengatur bahwa “AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas: a. kepastian hukum; b. kemanfaatan; c. ketidakberpihakan; d. kecermatan; e. tidak menyalahgunakan kewenangan; f. keterbukaan; g. kepentingan umum; dan h. pelayanan yang baik.