Ditengah kesulitan bahasa yang berbeda antara Tokoh, keberhasilan kinerja penerjema menjadi canda dan tawah serta sontakan kata “Mbore dan Ondok” tanpa sadar diungkapkan Sang Dalu hinggah suasana menjadi hangat. Hal ini membuat Sang Fajar dari Maumere menambah semangat agar wujudkan misi untuk mendirikan sekolah di Kampung ini. Tepat pada tanggal 17 September 1923 Sekolah Dasar Katholik Lengko Elar dibuka dan yang menjadi Guru sekaligus pendiri sekolah yaitu Bapak Wilhelmus Pareira Mitang. Adapun jumlah murid yang tercatat yaitu 65 Orang dan lokasi gedung Sekolah pada saat itu berada di Kampung Tungal di dekat Daerah Lengko Welu.

Hemat saya, konteks sejarah dan perkembangan pendidkan di Lengko Elar tentu kita syukuri dengan kehadiran Misionaris yang membawa kita pada perubahan yaitu mencerdaskan para generasi karena bagi saya pendidikan merupakan salah satu obor dalam suatu perjalanan kehidupan. Tentu sebagai orang Manggarai Timur sebelum mengenal pendidikan adalah budaya atau adat istiadat. Masyarakat Manggarai Timur khususnya di Kecamatan Elar selalu menjujung tinggi nilai kekeluargaan dan budaya yang telah diwarisi dari leluhur. Menurut pengamatan penulis, dalam melestarikan budaya antar Tokoh masyarakat, tokoh Adat, Tokoh Pendidikan dan pemerintah setempat selalu berkomunikasi untuk bekerjasama dalam mengembangkan nilai budaya.

Hal ini tentu dalam penerapannya bersifat gotong royong yaitu dengan melibatkan masyarakat. Dalam prosesnya untuk beberapa dekade yang saya ikuti ada beberapa rangkaian acara yang sedikit berbeda dari apa yang leluhur eksekusi pada zaman dahulu. Pun terdapat perubahan lainnya yaitu pada alat dan bahan tertentu dari tradisional menuju yang bersifat modern. Hal ini mungkin disebabkan adanya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Eksistensi dan proses adat istiadat di era modern sekarang ini bagi saya cukup sulit untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.