RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Surat ini bercerita yang berawal pada suatu  hari, 25 Mei 2005. Dari tribun utama, space pengambilan gambar di Stadion  milik Yokohama F Marinos di kota Yokohama Jepang saya beranjak turun menghampiri seorang pria berkacamata, senyum sumringah. Dia melambaikan tangan memanggilku untuk ikut bergabung. Pria itu yang kini menjabat sebagai Walikota Makassar Moch Ramdhan Pomanto. Kala itu kita akrab menyapanya “Pak Dhani”, slogan DP belum melekat. Pada tribun itu ikut pula bergabung Piter Gozal, Hendra Sirajuddin, Irianto Dollar, Hasanuddin Baso dan Arfandi Idris. 

Pak Dhani menyapaku lalu berdua kami ngobrol. Maju siki’ ke depan, tak jauh dari pembatas tribun utama, kira kira hanya 8 meteran antara lapangan dengan tempat kami ngobrol. 

Saya bercerita bahwa seharusnya kita menyaksikan laga antara Yokohama FC vs PSM Makassar di Stadion Internasional Yokohama,  Final Piala Dunia 2002 yang mempertemukan Jerman vs Brasil. Akan tetapi karena pertimbangan sesuatu hal sehingga dipindahkan ke stadion NHK Spring Mitsuzawa Football Stadium. Orang Yokohama bilang, stadion ini tempat latihan bagi klub Yokohama FC. 

“Wah, stadion ini saja sudah luar biasa. Bagaimana dengan stadion internasional nya. ” Ujar Dhani sambil matanya nanar mengitari suasana di stadion. 

Sebagai seorang arsitek, dia banyak mengomentari se isi stadion itu. Mulai dari lapangan, tribun, posisi stadion di tengah kota, lokasi dan pintu masuk stadion. Termasuk banch pemain. Bahkan dia mengajak saya untuk turun ke kantin sambil membeli minuman dan snack yang mana hanya dapat diisi melalui plastik yang telah disiapkan oleh pemilik kantin. Kami tertawa sebab membayangkan bagaimana saat menonton di stadion Mattoanging Makassar. 

“Tertib nya tawwa. Disiplin” Sanggah Dhani. 

Oh iya saya tetap menulis sapaan akrab Dani dan bukan DP sebab tulisan ini menyeringai ke tahun 2005.  Dapat kita membahayangkan bagaimana stadion di Jepang yang sudah memenuhi standar sejak puluhan tahun lalu sementara kita di Indonesia masih bergulat pada layak atau tidak layak? Standar atau belum berstandar FIFA.  Tetapi lebih parah sebab di kota Makassar, kota lahirnya para  legenda sepak bola nasional justru  tak lagi membahas standar atau belum standar FIFA. Sebab apa yang harus dibahas? La wong stadionnya belum ada koq? Barombong boleh berdiri megah, tetapi melirik  stackholder nampaknya hanya pada wilayah perdebatan untuk tidak melanjutkan karena berbagai dalih. Intinya, memang tak punya niat untuk membangun stadion.  Mattoanging? Ah sudahlah,  publik pasti sudah pada tau, akar masalahnya di mana? 

Oleh sebab itu melalui tulisan ini saya mencoba menyapa “Pak Dhani” melalui sentuhan apa yang pernah kami saksikan di Jepang pada medio 2005 kala itu, masa di mana “Pak Dhani” adalah salah satu bagian dari PSM.  

Ketika itu PSM Makassar melakoni pertandingan terakhir Grup F Liga Champions Asia.  Grup F di huni oleh Shandong Luneng (China), Yokohama F Marinos (Jepang), PSM Makassar (Indonesia) dan BEC Tero (Thailand). Laga itu berakhir untuk kemenangan Yokohama FC dengan skor 3-0 sekaligus menyingkirkan wakil Indonesia di ajang bergengsi sepak bola Asian. Se isi stadion dipadati ribuan suporter Yokohama yang mengenakan jersey biru sebagai mana warna dasar Yokohama FC.  Pada satu titik stadion, terdapat tulisan yang dibentangkan oleh suporter “KEMB ARIKAN spanduk kami”. Maksudnya adalah Kembalikan spanduk mereka yang hilang ketika suporter Yokohama mendukung klubnya bertandang di markas PSM, Stadion Mattoanging Makassar. “Salah tulis ki suporter nya Yokohama” Seru Dhani sambil tertawa menunjukkan lokasi bentangan spanduk para suporter Yokohama. 

NHK Spring Mitsuzawa Football Stadium merupakan stadion hombe base Yokohama FC.  Stadion yang seluruh kursi nya berwarna biru muda itu menggambarkan khas warna Yokohama FC itu sendiri. Pada tahun 2005 bahkan hingga saat ini belum sepenuhnya memiliki tribun tertutup. Sekelilingnya terbuka tetapi bahagian lainnya serba standar dan nyaman. Mulai pintu masuk tertata rapi dan apik, jalur menuju kursi atau tempat duduk juga demikian, kondisi rumput, papan skor dan ebord telah sistem digital, banch pemain, ruang ganti semua nya nyaman dan memenuhi standar. Kesannya stadion ini tidaklah semewah seperti stadion stadion lainya di Indonesia yang menampilkan kecanggihan dan tribun yang serba tertutup. Seolah olah membangun stadion yang serba tertutup, luas dan megah sehingga dapat dikatakan telah memenuhi standard FIFA sebagai tempat perhelatan atau pertandingan kelas internasional.