Oleh: Mohammad Suaib Mappasila

Pada awal November 2024, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti Congressional Leadership Program di Amerika Serikat. Program ini berlangsung dari 1 hingga 9 November, tepat saat negara tersebut tengah bersiap merayakan pesta demokrasi, Pemilihan Presiden yang jatuh pada 5 November 2024. Menjadi keuntungan besar bagi saya bisa berada di sana pada momen penting ini, sekaligus memberikan kesempatan untuk menyaksikan secara langsung bagaimana demokrasi dijalankan di negara tersebut.

Sepanjang program dimulai, kami diajak untuk mempelajari berbagai aspek dari proses pemilu di Amerika. Kunjungan ke tempat-tempat pemungutan suara, berbincang dengan petugas pemilu, hingga berdialog dengan beberapa kandidat dan anggota tim kampanye mereka, semua itu memberikan saya wawasan berharga tentang bagaimana pemilu diatur dan dilaksanakan dengan tingkat transparansi serta akuntabilitas yang tinggi. Kami diajak melihat bagaimana masyarakat Amerika sangat terlibat dalam proses politik, dengan tingkat partisipasi yang begitu intens dalam pemilu dan berbagai aktivitas kampanye.

Salah satu isu yang saya soroti selama mengikuti program ini adalah penjelasan terkait bagaimana pemerintah atau negara kampiun demokrasi ini memiliki kebijakan yang begitu ambivalen dengan kehendak rakyatnya?

Dalam konteks kekinian, kasus demo pro-Palestina yang dilakukan oleh warga negara dan civitas akademika di AS dalam beberapa bulan terakhir adalah isu demokratis yang cukup meresahkan saya. Mengapa dalam masalah ini, pemerintah dan negara AS begitu kukuh mendukung kejahatan perang yang dilakukan pemerintah Israel, dan mengabaikan tuntutan rakyatnya untuk menghentikan tindakan tidak manusiawi tersebut?

Sepuluh hari mengikuti program ini, saya akhirnya sedikit menemukan jawaban.

Pembelajaran tentang Demokrasi

Secara konseptual, hampir semua ilmuwan setuju bahwa demokrasi liberal yang hidup dalam kultur masyarakat Amerika terbilang paling mapan. Di mana masyarakatnya sudah dalam kondisi sadar dan siap untuk memilih demokrasi sebagai jalan hidup bangsa (civic virtue) (Stepen Macedo: 2001). Ini ditandai dengan munculnya sikap toleransi yang tinggi atas perbedaan, mengedepankan rasionalitas, dan standar pemahaman yang sama atas cara kerja pemerintahan (Lucien W. Pye : 1965).

YouTube player