Dengan kata lain, protes masyarakat AS kepada pemerintahnya saat ini, adalah wajah protes yang sama dengan yang terjadi di berbagai negara, ketika dulu Goerge W. Bush ingin menginvasi negara Irak; atau ketika Trump menetapkan status Yerusalem sebagai ibu kota Israel, dan juga yang terjadi di Timur Tengah ketika AS membunuh Jenderal Qasim Sulaimani dan Mahdi Al-Muhandis. Oleh sebab itu tidak berlebihan bila publik dunia dari berbagai negara, yang juga meyakini nalar persamaan dan demokrasi sebagai sesuatu yang bernilai, mendukung protes yang dilakukan rakyat AS. Sebab di bawah bendera kemanusiaan, kita semua sama dan saling bersaudara satu sama lain.

Dengan demikian, berkaca dari demokrasi di Amerika, setidaknya kita bisa mengambil beberapa pelajaran penting. Pertama, bahwa wajah demokrasi yang ada di masyarakat, tidak selalu identic dengan wajah kebijakan pemerintah sebuah negara. Bahkan bisa sedemikan ambivalen dengan kultur yang berkembang di tengah masyarakat.

Kedua, berangkat dari kesimpulan pertama, maka kesalahan atau kejahatan sebuah negara, tidak selalu bisa dianggap sebagai kesalahan kolektif seluruh anak bangsa. Itu sebabnya, perilaku para teroris yang berusaha menghancurkan dan membunuh siapa saja yang berbau “barat” adalah sebuah perbuatan yang salah dan semena-mena. Demikian juga, tatkala dulu Presiden Sukarno mengatakan “go to hell America!!” atau ketika saat ini banyak negara seperti Venezuela, Kuba, Bolivia, Korea Utara, dan sejumlah negara lainnya di Timur Tengah menyatakan “anti-Amerika”, maka yang dimaksud itu jelas adalah arogansi negara/pemerintah AS, bukan rakyatnya.

Ketiga, bahwa pemerintahan negara – seberapapun sempurna hukum dan sistemnya – tetap memerlukan kontrol yang ketat dari masyarakat. Sebab dengan segenap aparatur dan kekuasaannya, penyelewengan sekecil apapun, akan berdampak besar dan luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih bagi negara demokrasi, dimana kontrol dari publik adalah nutrisi paling penting bagi pertumbuhannya. Tanpa itu, negara demokrasi akan layu dan menjadi cacat. Dalam kondisi tersebut, negara demokrasi akan kehilangan substansinya, dan bertransformasi menjadi suatu organisme yang berbeda (the others), bahkan menjadi musuh rakyatnya. Secara teoritis, inilah yang disebut sebagai defected democracy. Dalam kerangka itu, hikayat demokrasi Amerika telah memberi pelajaran berharga bagi kita. Wallahualam bi sawab.

YouTube player