Permasalahan dan Upaya Pemecahannya

Seperti kita ketahui bahwa dalam rangka mendorong percepatan belanja pemerintah pada masa pandemi Covid 19, Kementerian Keuangan sudah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 43/PMK.05/2020 Tahun 2020 tanggal 24 April 2020.  Lahirnya peraturan tersebut disusul dengan dikeluarkannya nota dinas Direktur Jenderal Perbendaharaan No ND-496/PB.2/2020 tanggal 29 Mei 2020 yang berisi petunjuk  teknis tentang penggunaan TUP tunai versi baru.  Implementasi kebijakan fleksibilitas TUP tunai seharusnya sudah bisa dimulai sejak bulan Juni 2020, namun demikian dari awal penerapan  sampai dengan Triwulan III satker yang memanfatkan kebijakan ini masih relatif sedikt sehingga belum bisa mewujudkan salah satu tujuan dari kebijakan baru ini, yaitu mempercepat realisasi dan penyerapan anggaran pada Kementerian/Lembaga.

Masalah utama yang muncul terkait dengan kebijakan fleksibilitas TUP tunai adalah masih rendahnya  partisipasi satker mitra kerja KPPN,  khususnya untuk satker dengan pagu DIPA yang besar dan volume pengajuan SPM yang tinggi.  Mereka masih enggan dan belum antusias untuk memanfaatkan kebijakan  TUP tunai  versi baru, Hal tersebut disebabkan antara lain karena dasar hukum pembayaran atas beban APBN melalui kebijakan fleksibilitas TUP tunai yang kurang kuat, kebijakan pemanfaatan fleksibilitas TUP tunai bukan merupakan kewajiban tetapi hanya sebagai alternatif yang bisa dipilih oleh satker, melainkan alternatif yang dapat dipilih oleh satker. Disamping itu dengan adanya kebijakan TUP tunai versi baru tersebut tersebut dianggap menyebabkan tanggung jawab Bendahara Pengeluaran semakin berat dan membuat tugas Bendahara Pengeluaran menjadi tidak fleksibel karena pembayaran yang selama ini secara langsung dari kas negara ke rekening penerima melalui SPM LS beralih pembayarannya oleh bendahara pengeluaran secara kas dan transfer.