Penolakan dan Perlawanan Terkait Omnibus Law Masih Cukup Meluas
Jangan tempatkan buruh dan tenaga kerja Indonesia dalam relasi industrial yang kapitalistik, pasar bebas, investasi dan pencapaian ekonomi, karena hal itu menjauhi semangat perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,”ujar politisi senior ini
Setidaknya terdapat tiga isu yang disuarakan kaum pekerja melalui medsos, yakni fokus utama adalah menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker).
Saat ini pembahasan omnibus law tersebut mulai bergulir di DPR. Badan legislasi (baleg) telah membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas RUU itu. Kedua, menolak pemutusan hubungan kerja (PHK). Ketiga, buruh juga meminta perusahaan untuk meliburkan pekerja, karena masih banyak pekerja yang tetap masuk.
Sementara itu, Galuh Prasetio Pratama mengatakan, dari 11 klaster tersebut memang terdapat klaster kemudahan dan perlindungan UMKM. Hanya saja ini juga akan bertentangan dengan dibukanya pintu investasi secara besar besaran. Artinya para pelaku ekonomi menengah akan mendapatkan banyak pesaing baru dari kalangan pengusaha besar, dan ini jelas persaingan yang tidak akan sebagainya “Sederhana saja, segala kebijakan yang berpihak terhadap rakyat pasti akan kami dukung sepenuhnya.
Maka dari itu, jika pemerintah ingin RUU Cipta Kerja ini dapat diterima oleh masyarakat, pemerintah harus merumuskan dan mengkaji ulang secara komprehensif, serta melibatkan kalangan serikat pekerja dan akademisi dalam perumusan tersebut.
Dan harus dipastikan bahwa RUU Cipta Kerja hadir bukan semata mata hanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mendatangkan para investor. Tetapi juga harus mengedepankan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan,” ujar Ketua DPP GMNI Bidang Organisasi ini
Sedang, Mirah Sumirat mengatakan, tidak ada sinkronisasi betapa tidak ada materi omnibus law yang justru merusak lingkungan demi investasi. Organisasi lingkungan menilai, RUU ini berpotensi mencelakakan lingkungan hidup. Beberapa pasal dalam UU yang sudah ada guna menjamin keselamatan lingkungan, justru dihapus dengan dalih mempermudah investasi.
Tinggalkan Balasan