Komite HAM PBB juga mengatakan untuk memastikan hak yang dijabarkan di pasal 25. Komunikasi infomasi dan gagasan yang bebas tentang masalah publik dan politik sangat penting agar hak itu terwujud.

Nah inilah salah satu bukti, dimana Rakyat hari ini dijadikan Hamster, oleh DPR. Sebab dalam pembahasan tersebut. Rakyat sama sekali tidak dilibatkan dalam pembahasan pembentukan Undang-Undang. Ini tentu menjadi masalah awal dari kehancuran demokrasi. Serasa ada hal yang terus ditutup-tutupi dalam setiap mengeluarkan suatu kebijakan.

“Tentu Hamster tidak perlu diikutkan sebab dia hewan. Tapi rakyat itu perlu karena ini menyangkut tentang hak asasi manusia (HAM)”

Dalam draf tersebut memiliki kontroversi yang berdampak mengenai Hak Asasi Manusia. Kenapa tidak? Dalam draf RKUHP tersebut mempunyai pasal-pasal yang membungkam kebebasan sipil, berekspresi, berpendapat dan kebebasan pers. Tentu hal ini berdampak begitu besar bagi rakyat, sebab. Dalam pasal tersebut tentu jadi boomerang bagi rakyat.

Dalam penghinaan tentu tak menjadi soal. Namun hal tersebut tidak memiliki sudut pandang yang objektif dalam menilai, apakah ini dikatakan penghinaan atau mengkritik?. Semisal. “Presiden Jokowi Dodo adalah salah satu anak buah perampok, dalam menghisap dan menindas rakyat demi kelangsungan hidup oligarki.” Atau “Rektor UNM adalah Rektor pecundang, karena tak mampu mengimplementasikan permen No 30 tahun 2021. Tentang penanggulangan dan pencegahan Kekerasan Seksual.”

Tentu banyak yang mengatakan diksi di atas adalah menghina dan banyak juga mengatakan bahwa hal tersebut adalah kritikan. Inilah yang sebenarnya menjadi masalah hari ini, rakyat memberikan masukan dan kritikan untuk sama-sama mendiskusikan masalah, agar memiliki jalan solusi yang baik. Malah dituduh menghina dengan sudut pandang yang subjektif.