“Hal ini diperlukan untuk memberikan pertanggungjawaban, namun prosesnya bisa saja berbeda.” “Kami menghadapi penolakan yang kuat ketika kami mencoba untuk menghentikan bahkan satu pernikahan anak. Sekarang, mengingat skala operasi ini, wajar jika ada perlawanan seperti itu,” katanya.

Namun, Das Queah mengatakan bahwa negara seharusnya mempersiapkan rencana untuk merehabilitasi perempuan. “Ketika mereka memiliki anak sekarang dan pencari nafkah ditangkap, akan ada kesusahan. Kerumitan akan dimulai ketika Pocso diterapkan pada kasus-kasus tersebut,” katanya, mengacu pada undang-undang yang melindungi anak-anak dari pelanggaran seks.

“Mereka seharusnya menargetkan fasilitator terlebih dahulu dan kemudian membuat analisis kasus dan fokus pada pernikahan dengan kesenjangan usia yang sangat besar,” jelasnya. “Perintah menyeluruh ini merupakan respon emosional dari seorang menteri utama yang prihatin yang seharusnya dapat direncanakan dengan lebih baik untuk meminimalisir resistensi publik.”

Direktur Jenderal Polisi Assam, GP Singh, mengatakan kepada para wartawan bahwa polisi diarahkan dua bulan lalu untuk menyelidiki dugaan pernikahan anak, sesuatu yang membuat mereka mulai mengumpulkan data dari para tetua desa dan petugas kesehatan. Sebagian besar kasus didaftarkan secara suo motu, berdasarkan informasi yang diberikan oleh penduduk setempat, katanya.

Hasina Kharbhih, pembela hak asasi manusia dan pendiri organisasi nirlaba Impulse, mengatakan bahwa tindakan polisi telah memaksa para gadis, yang dinikahkan secara paksa saat masih kecil, untuk menghidupkan kembali trauma mereka. “Setiap negara bagian di negara ini harus meluncurkan kampanye anti pernikahan anak, namun hal itu harus,” ucapnya.

Sumber: Independent.co.uk