Probabilitas resesi tertinggi antara lain tercatat di Sri Lanka (85 persen), Eropa (55 persen), AS (40 persen), Korea Selatan (25 persen), Jepang (25 persen), dan Tiongkok (20 persen). Sementara probabilitas resesi untuk Indonesia sangat kecil, hanya 3 persen, dan jauh di bawah negara ASEAN lain seperti Filipina (8 persen), Thailand (10 persen), Vietnam (10 persen), dan Malaysia (13 persen).

Perekonomian sempat menunjukkan sinyal penguatan di awal tahun 2020 dengan indikator Purchasing Managers’ Index Manufaktur Indonesia untuk pertama kalinya kembali ke zona ekspansi pada Februari 2020. Namun, setelah virus Covid-19 masuk ke Indonesia di bulan Maret 2020, dampak negatif pandemi kepada perekonomian mulai terasa secara masif.

Aktivitas perekonomian kembali tertekan setelah berbagai negara mitra dagang memberlakukan kebijakan lockdown dan menghambat arus pasokan bahan baku dan barang modal ke dalam negeri. Tahun 2022 akan menjadi tahun yang penuh tantangan. Faktor ketidakpastian pada periode ini sangat tinggi.

Gejolak geopolitik yang memanas di masa konflik Rusia dan Ukraina menambah tekanan kepada pemulihan ekonomi dunia. Pengetatan kebijakan moneter global akibat tingkat inflasi yang tinggi dan berkelanjutan dapat mendorong cost of fund baik untuk pembiayaan sektor swasta maupun publik.

Meskipun sebagian dari tekanan eksternal telah dan akan terus diserap oleh APBN tahun 2022, percikan dari dinamika ekonomi dunia kepada keberlangsungan pemulihan ekonomi domestik tetap perlu diantisipasi dan dimitigasi.

Dengan fundamental ekonomi yang kuat dan kebijakan yang akomodatif, perekonomian nasional tetap berpotensi tumbuh menguat. Meski masih dalam tahap dini, pemulihan ekonomi nasional terus menguat yang tecermin pada triwulan II 2022 yang tumbuh 5,4 persen (yoy), atau tumbuh 3,7 persen (qtq).