“Boleh, Bu. Ayo!”

Injan mulai bersemangat. Menarik Ibu keluar dari kamar. Memeluknya sepanjang perjalanan ke dapur. Kisah cinta antara Ibu dan anak perempuannya.

***

Pagi mulai menyambut. Udara terasa dingin. Burung-burung mulai berkicau dengan merdunya. Ada embun menghiasi daun di halaman belakang. Semalam hujan. Dan Ayah masih tidur di kamarnya. Ayah baru pulang jam tiga subuh tadi. Hari ini ulang tahun Ayah. Kue yang kemarin Injan siapkan dengan Ibunya sudah siap.

Dengan penuh semangat, Injan mengambil kue itu. Ia menaruh lilin di atasnya. Angka berusia tiga puluh sembilan tahun. Ayah masih muda. Ia bergegas menuju kamar orangtuanya. Tidak lupa dengan iringan lagu selamat ulang tahun langsung dari mulutnya.

“Selamat Ulang Tahun, Ayahhhhhh!”, teriak Injan penuh semangat.

Ayah tebangun dari tidurnya. Tersenyum kecil. Meniup lilin. Tapi ada yang aneh. Ayah terlihat pucat. Tidak seperti biasanya. Saat Injan ingin memeluk pun, Ayah menghindar.

“Makasih, Nak”, jawab Ayah dengan suara serak disusul batuk kecil.

“Ayah kenapa?” tanya Injan khawatir.

“Gak, Nak. Ayah hanya kelelahan saja”. balas Ayah tesenyum.

Tidak mau Ayahnya sakit, Injan menyuruhnya tidur kembali. Rasa kecewa itu kembali lagi. Tapi apa mau di kata. Injan tidak egois. Injan keluar bersama Ibu. Membiarkan Ayah terlelap sampai benar-benar pulih.

Sudah mulai sore, dan Ayah masih saja di kamar. Sesekali Injan melirik pintu kamar Ayah. Tidak ada tanda-tanda pintu tebuka. Sedangkan Ibu pergi ke apotek membeli beberapa obat untuk Ayah. Injan menunggu Ibu sembari menyulam beberapa boneka di ruang tamu.

Ibu pulang menjelang magrib. Injan menghampiri Ibunya yang baru sampai.

“Bu, Ayah daritadi gak keluar kamar. Makan pun tidak. Injan khawatir”.