Injan dan Ibunya segera menuju kamar untuk melihat kondisi Ayah. Terlihat Ayah sedang terbaring. Saat Ibu memegang Ayah, Ibu kaget. Badan Ayah panas. Terlihat seperti orang kelelahan. Serta beberapa kali batuk. Mirip ciri-ciri orang positif corona. Ibu langsung mendorong Injan menjauh. Segera Ibu menghubungi pihak rumah sakit.

Tak lama, ambulance datang bersama dengan beberapa tenaga kesehatan. Lengkap memakai Alat Pelindung Diri (APD). Ayah di bawah ke rumah sakit. Injan dan Ibunya juga. Tapi dengan ambulace berbeda.

Di rumah sakit, Ayah ditangani oleh empat dokter. Saturasi oksigen Ayah kurang dari angka seharusnya. Bermacam-macam alat dipasangkan di tubuh Ayah. Sementara di ruangan lain, Injan dan Ibunya menjalani pemeriksaan pasien covid-19. Mereka berdua di isolasi.

Situasi sudah mulai tenang. Tapi tidak bagi Injan dan Ibunya. Hasil pemeriksaan mereka negatif covid-19. Tidak dengan Ayah. Positif. Injan menangis sejadi-jadinya. Sedangkan Ibu, entahlah. Baru kali ini Injan melihat Ibu seperti itu. Gugup. Memegang tasbih. Tidak berhenti memanjatkan doa untuk kesembuhan suaminya.

Tak lama, dokter menghampiri mereka. Katanya sudah bisa pulang. Mereka berdua pulang. Menyiapkan keperluan Ayah, dan kembali untuk besok hari.

***

Pagi kembali datang bersama kesedihan. Telepon rumah berdering. Kali itu Injan sudah bisa menembak telepon dari siapa. Apa yang akan terjadi. Dengan perasaan gugup, ia mengangkat.

“Selamat pagi, kami dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mengabarkan bahwa pasien atas nama Pak Hendra yang positif covid-19 sedang mengalami kritis. Sekarang sedang berada di ruang ICU Isolasi. Harap keluarga Pak Hendra segera datang,” ucap perempuan di seberang sana.

Injan tidak membalas. Ia segera memanggil Ibunya dan bergegas pergi. Keperluan yang mereka siapkan pun luput dari ingatannya.