Abian baru saja menuruni anak tangga menuju ruang tengah. Sudah jam delapan pagi, dan biasanya di jam yang sama Abian sudah berada di sekolah jika saja sekolah tidak diliburkan. Langkah kecil anak itu menuntunnya ke sofa di mana Nadia, sang kakak duduk dengan memainkan ponselnya di sana. Lagi dan lagi.

“Kak, main badminton, yuk,” ajaknya ketika dia sudah berdiri di depan sang kakak.

Nadia tak menggubris, gadis itu masih melanjutkan kesibukannya berselancar di dunia maya.

“Kak Nadia!”

“Pergilah Abian, jangan ganggu kakak. Kakak sedang sibuk ini.” Nadia berkata tanpa sekalipun menoleh.

Abian merenggut, dia sudah tahu ini akan terjadi. Kakaknya itu memang tak mungkin bisa dipisahkan dari ponsel. Bahkan setelah mendapat omelan dari sang ibu, dia tetap saja tidak berubah. Kebiasaan memang sesulit itu dihilangkan, apalagi tanpa berniat menghilangkannya sebagaimana Nadia.

Abian beralih, anak itu memutuskan untuk bertemu dengan sang ibu dan melanjutkan pembahasan mereka tempo lalu mengenai Virus Corona. Barang kali sang ibu sudah selesai mengajar. Maklum, ibu Abian adalah seorang guru SMP yang sekarang sedang melakukan proses belajar mengajar secara daring di rumah.

Ketika Abian baru saja hendak meraih gagang pintu kamar sang ibu, pintu kamar sang ibu malah lebih dulu terbuka dengan sang ibu yang muncul di balik sana.

“Abian? Ada apa, Nak?” Tanya sang ibu yang sedikit menunduk menatap putra kesayangannya itu.

“Ibu sudah selasai mengajar?”

“Sudah, Abian mau dibuatin apa? Mau nasi goreng?”

Abian menggeleng. “Tidak, Bu, Abian cuma ingin bicara dengan ibu.”

“Bicara dengan Ibu?” sang ibu membeo, ia kemudian meraih tangan Abian kemudian menuntunnya untuk duduk di sisi tempat tidur. “Mau bicara apa, sih, sampai segitu seriusnya?”